Kamis, 10 Juni 2010

Cerpen - seuntai kasih untuk Ayah dihari ualng tahunnya

Seuntai kasih untuk Ayah dihari ulang tahunnya


        ”ayah ” itu adalah sebutan untuk orang yang sangat berarti dalam kehidupan setiap orang. Menurutku ayah adalah sosok orang yang paling berharga yang pernah kumiliki setidaknya 9 tahun yang lalu. Jelas sudah kini terpampang dibenakku ”aku adalah seorang anak yatim”. Entah apa yang terus dapat membuat ibuku tegar mengadapi kehidupan bersama kami tanpa kehadiran ayah.
        ”Hari ulang tahun”, ya, setiap orang pasti memiliki kesan yang cukup berarti dalam mengabadikan saat-saat itu atau mungkin mereka memiliki kenangan bersama keluarga yang tentunya terdapat peran seorang ayah didalamnya. ”Tetapi apakah mungkin aku dapat melakukan hal-hal seperti anak-anak lain yang masih memiliki kedua orang tua yang lengkap dan hidup bersama dengan bahagia ? ” tanyaku dalam hati. ”tia, ibu tahu kamu masih sayang sama ayah, ibu juga tahu kamu merindukan ayah” secara tiba-tiba ibu masuk kekamarku dan seolah-olah tahu apa yang ada dibenakku saat ini.
        Menggeleng pelan seraya pergi meninggalkan ibu sendiri, hanya hal itu yang aku lakukan. Jelas tertera diatas sebuah kalender yang menunjukan tanggal 11 Desember, jelas tertera jua dipikirku ”ini adalah hari ulang tahun ayah”. Aku tak tahu harus berbuat apa lagi, jujur benakku mengatakan ”tia sayang ayah” tetapi mataku seolah-olah mengatakan hal yang mendalam melalui tetesan air mata dan pikirku pun berkata ”tiada harapan lagi untuk mempersatukan keluargamu, ini lah kenyataanmu”.
        Perasaan duka mengabuti perasaanku. Ingin rasanya ku peluk erat ayah disaat hari ulang tahunnya ini dan berkata ”yah, hanya kasih suciku yang hanya dapat aku persembahkan untuk mu, tiada yang dapat aku berikan lagi selain senyuman dan kasihku untukmu”. ”Tetapi mungkin saja itu dapat terulang kembali seperti halnya 9 tahun yang lalu. Apa salahnya berangan untuk kebahagian ?, hidup ini hanyalah menunda suatu tangisan yang entah apa penyebabnya.” Hanya itu kata penyemangat bagiku.
        Selama 9 tahun lamanya aku tidak pernah lagi merasakan kasih sayang nan membahagiakan dari seorang kepala keluarga yang aku impikan selama ini. Terukir jelas dihatiku dimana saat kami berkumpul bersama penuh kecerian, berbagi penuh kasih dalam suasana kekeluargaan. Kini, hanya tangis yang dapat aku persembahkan untuk ayahku yang kini telah pergi.
        Ayahku bukan pergi untuk selamanya, ayahku bukan pergi kepada yang kuasa, ayahku juga bukan pergi untukku. Ayah pergi meninggalkan aku untuk seorang wanita lain yang tidak jelas aslanya. Banyak yang menyangka ayahku hanyalah seorang pecundang belaka tetapi bagiku ia tetaplah seorang pahlawan bagiku, ya itulah pendapatku. Entah apa buah pembicaraan dari banyak orang diluarsana, tetapi tetap ayah adalah ayahku.
        ***
”tia, untuk apa kamu membuat kue itu ? untuk ayahmu nak ?” ucap ibu yang datang tiba-tiba. ”ia bu, walaupun tia tidak tahu dimana ayah sekarang, tetapi tia tetap akan membuat kue ini untuknya, karena selama ini tia belum pernah membahagiakannya” ujarku seraya menitiskan air mata diatas kue buatanku yang rencananya akan aku berikan untuk ayah. Kuliahat ibu segera berjalan meninggalkanku sendiri didapur, aku bingung melihatnya.
        Setelah aku pengang erat sebuah kue ulang tahun yang diatasnya tertera”selamat ulang tahun ayah Dika”. Hanya itu yang dapat aku berikan untuk ayah, aku tak tahu harus ku apakan kue itu, ”membuangnya ? memberikannya kepada ornag lain ataauu.. ” tiba-tiba pikiranku bungkam melihat seorang gadis yang berjalan bersama dengan ayahnya melewati rumahku. Kebahagian jelas terpancar dari jawah gadis itu ketika ayahnya mengecup keningnya .saat itu juga kue yang ada ditanganku jatuh kelantai dan hancur berserakan.
        Lagi dan lagi air mata mengaru deru kesedihan dihari yang istimewa tersebut bertumpah ruah, entah apa perasaanku sekarang. Selama 9 tahun aku hanya dapat mengabadikan wajah ayah didalam sebuah almbum tua yang sudah rapuh dan usang dimakan waktu yang bergulir.
        Kucoba pejamkan mata sejenak, terlihat jelas wajah ayah yang tersenym kepadaku, tanpa terasa derasnya air mata membuatku berpikir bahwa masih banyak kesedihan yang dirasakan anak-anak lain diluarsana,  ya bukan lah aku sendiri dini.
Perasaaanku mulai menenang sejenak. Dan kucoba buka mataku perlahan, tetapi mengapa bayang-bayang wajah ayah dan kesedihan tetap terpancar jelas dimataku. Tetapi kesedihaku tetap tidak akan membuat semangatku hilang.
        Aku ambil kue yang aku jatuhkan diatas lantai, terlihat hancur berserakan, tak layak makan, dan kotor terbalut debu dilantai. ”ya ampun apa yang aku lakukan ? mengapa kesedihaku saat ini meluluhkan seluruh badanku. Rasanya lemas sekali, hanya air mata dan air mata yang terus mengusap wajahku”. Entah sampai kapan kesedihan ini akan berlanjut.
Tiada seorangpun yang ingin dilahirkan didalam sebuah rumah tangga yang mengalamai ”broken home”, anak korbannya. Ejekan yang aku dengar selama ini, lontaran kasar yang terekam di telingaku, dan persaan sedih yang menyelimuti keadaan seolah-olah hanya seperti sebuah latar dalam drama yang mengisahkan kebohongan belaka.
Andai aku dapat mengulang waktu, seseungguhnya aku tidak mau hidup seperti ini. Tanpa ayah, tanpa kehadiran seorang kepala keluarga, itu lah yang aku alami. Terdengar samar-samar tangisan ibu dari dalam kamar, aku bungkam seribu kata menatapi sebuah kenyataan hidup yang cukup berat berada didepan mataku.
”Cinta, kasih, kebahagian” hanya itu yang aku inginkan dalam keluarga ini. Kebahagian yang dapat menghapus seluruh air mata yang berumpah ruah bak banjir bandang saat ini. Banyak ornag yang berkata, sejak aku kecil ayah selalu memanjakanku dlam asuhannya, baynak yang berkata dulu keluarga kami adalah keluarga yang hangat dalam kebahagian yang mengharukan.
”aku pasti bisa ! aku pasti bisa ! ya aku pasti bisa melewati semua ini tanpa deraian air mataku” pendamku dalam angan. Segera aku angkat kembali kue yang telah jatuh tadi, dan aku masukan kedalam sebuah pelastik bening, aku sisipkan sebuah surat didalamnya yang berisi anganku untuk kembali berkumpul bersama ayah dan ibu. Tanpa pikir panjang lagi, aku hanyutkan kue itu disebuah kali kecil tak jauh dari rumahku.
Hanya harapan kecil yang tersimpan dalam hati tentang kerasnya kehidupan tanpa kehadiran ayah, perasaan gundahku terhapus ketika ibu memengang pundakku dan berkata ”nak, hapuslah air matamu, ikhlaskan kehidupan ini, jalani hidupmu dengan sejuta mimipi dan jangan biarkan kesedihanmu ini mengahapus anganmu, kejarlah mimpimu sejauh bintang disana, ibu yakin kamu pasti kuat menjalaninya” ujar ibu sambil memeluk erat tubuhku di antara hamparan derasnya air kali. Aku mengaangguk pelan seraya mengecup kening ibuku yang tinggal seorang diri, aku berjanji aku akan membahagiakannya, walaupun tanpa ayah...
Selamat ulang tahun ayah... aku sanyang padamu...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar