Kamis, 30 Juni 2011

My special holiday !!

Hi blogger ! akhirnya gw bisa nulis lagi nih setelah sekian lama ga nongol hehee walaupun kondisi gw lagi drop banget nih sekarang tapi gapapa deh hehe semangat ! ^^

oke, sesuai dengan judul yang lagi kalian baca diatas, kali ini gw baka nge-sahare tentang liburan gw beberapa hari ini. jadi gini bloggers, liburan kali ini gw habisin sama sahabat-sahabatku tersayang hihihi.. Alia dan Riska. jadi kita bertiga spend our holiday di Hotel Sahid Lampung selama 3 hari. oke check it out ! ^^

liburan kita dimulai hari senin tanggal 27 Juni kemarin. begitu sampe dihotel kita langsung check in dan dapet kamar di lantai 4. ternyata kita beruntung banget ! kerena cuma kamar di lantai 4 dan 5 yang kamarnya menghadap ke arah laut !
                                          pemandangan dari kamar

Dihari kedua, kita hangout ke pantai yang ga jauh dari hotel. Pantai Pasir Putih. kita have fun banget disana !!

                                      3 besties dengan muka kepanasan ! ^^
                                                       



well, dihari ketiga kita have fun di kolam renang di hotel. berenang sekalian mandi pagi nih hiakaka~~ ! kita juga sempet lomba berenang nih !!



hmm... liburan kita hampir berakhir, jadi malemnya kita sempet mengabadikan kebersamaan kita dengan narsis-narsisan di webcam hehe..

 

Gimana cantik-cantik kan ? hahaha.. dan seiring berakhirnya posting ini berakhir juga liburan kita bertiga. hmm.. what a special holiday !! ^^

Selasa, 14 Juni 2011

Cerpen-My Secret Admirer, I’m in love !

Mentari sore semakin menjauh dan terbenam di ufuk timur. Warna-warni aurora yang berpadu ria dengan sinar jingga keemasan seolah-olah bermain sambil menari diangkasa luas. Indah sekali. sekali lagi, kupejamkan kedua mataku, kuhirup perlahan udara disekitar taman ini. begitu damai dan indah. Rasanya tak hendak aku berpijak meninggalakn surga dunia ini.
          Aku biasa duduk dibangku taman ini setiap sore sekedar untuk melihat matahari terbenam atapun melepaskan gundah bila aku sedang bermasalah. Daerah disekitar taman ini memang menyerupai bukit, sehingga pemandangannya sangat menakjubkan. Terlebih lagi bila menjelang petang seperti sekarang ini. sebenarnya, taman ini atau lebih tepatnya kursi ditaman ini adalah tempat kenangan yang terindah bagiku. Dulu, aku dan kekasihku biasa duduk ditaman yang indah ini. namun kini… ia tak lagi bisa menemaniku.
          Kubuka perlahan kelopak mataku, kuraih tas merah muda yang berhiaskan lukisan sulur dan bunga sebagi pemanis. Kuraih sebuah kotak dari dalamnya. Ini untuk yang kesekian kalinya aku mendapatkan sekotak coklat dari orang yang aku sendiri tak tahu siapa. Setiap hari, sekotak coklat dan puisi menunggu didepan kamar kosku. Sipengirim hanya membubuhi inisial S.A. didalamnya.
***
Jika egkau tertawa
Dunia seakan berhenti berputar untukku
Jika enggau tersenyum
Dunia seakan memberikan kecupan untukku
Jika engkau adalah mawar
Engkau adalah mawar yang tak berduri
Kau begitu indah dan tak terganti
Begitu manis dan tak akan melukai hatiku dengan durimu.
Yours,
S.A.
“gimana Ar, romantis banget kan puisinya ?” tanyaku pada Ari, sahabatku.
“ah, angga juga ah. Bagusan puisi buatanku malah,”
“ah kamu ini Ar. Kamu sendiri aja ga bisa kan bikinnya ? atauuu.. kamu iri ya sama S.A. soalnya dia pinter banget bikin puisi. Makanya kamu bilang puisinya biasa aja hahaa..hayo ngaku… ?” ledekku.
          “took!” sebuah gumpalan tangan mendarat dikepalaku. “siapa juga yang iri sama si S.A.-mu  itu hahaa.. dasar peri bunga ! udah ah, pulang yuk..”
          Aish ! dasar, udah jitok kepala orang semaunya, eh sekarang malah ngejek. Tapi tak apalah, justru hal ini yang aku suka darinya. Walaupun candaannya terkadang tidak lucu dan malah sebaliknya, menyakitkan.
Aku bertemu Ari di tahun pertama sewaktu SMP. Yang mempertemukan kami adalah selera musik kami sama : Super Junior, SNSD, TVXQ, Shinee, T-Max,  dan sejenisnya. Ari orang yang istimewa. Dia manis, menawan, kurus, dengan tinggi menjulang, berkulit bersih, sedikit bau—bau lelaki— cowok brilliant seandainya dia mau rajin belajar sedikit saja, lembut hati, tergila-gila pada sastra, penulis lagu, pemusik yang bisa diandalkan—dia pernah menunjukkan beberapa demo lagunya, dan kupikir itu manis, meski banyak umpatan dalam lagunya yang kebanyakan tentang protes sosial—, dan dia pencinta K-pop sejati. Dialah sahabatku yang selalu menghiburku sejak kepergian Doni, kekasihku yang meninggal 2 tahun yang lalu. Doni mengalami kecelakaan motor ketika ia hendak menjemputku dimalam itu. Sejak itu aku mengalami trauma berat, aku tak mau bertemu dengan lelaki, tak pandang siapa. Tapi untunglah Ari selalu ada untukku sampai akhirnya aku bisa bangkit kembali.
                                                          ***
          Pagi ini ketika mentari belum juga datang memperlihatkan sinar keagungannya, aku telah terbangun. Sengaja ingin melihat apakah S.A. sudah kembali meletakkan hadiah dan Puisi cintanya didepan pintu kamarku.
          Sudah ada ! tapi.. kali ini berbeda. Ia tidak mengirimkan sekotak coklat seperti bisanya, kali ini ia mengirimkanku setangkai mawar merah dan surat yang terikat ditangkainya. Kuambil segera. Aneh, mengapa bunga mawar ini tak berduri ? sepetinya S.A. sengaja memotong duri-durinya. Tapi.. untuk apa ?
Bunga yang tak berduri,
Sama seperti hatimu. Indah dan tak tajam.
Aku akan menemuimu hari ini.tunggu aku di depan gerbang sekolahmu sepulang sekolah.
Yours,
S.A
          Menemuiku ? akhirnya, setelah sekian lama, aku dapat bertemu dengannya, sang S.A. alias si Secret Admirer.
***
          “kriiiiiiing..” bel panjang sekolah telah dibunyikan. Aku akan bertemu S.A. Sebelum pergi menuju gerbang sekolah, ku ajak Ari untuk menemaniku, namun ia menyangkal untuk ikut. Katanya ia ada les pelajaran tambahan diluar. Yah baiklah, kulangkahkan kakiku dengan cepat menuju kearah gerbang sekolah. Suasana sudah tak bergitu ramai, soalnya jam pulang sekolah telah lewat 15 menit yang lalu. mungkin aku sedikit terlambat soalnya aku ingin tampil sempurna di hadapan S.A. jadi, kuhabiskan waktu untuk berlanggak lenggok didepan kaca toilet.
          Terlihat sesosok lelaki berbadan tegap dan tinggi, dengan jaket yang menutupi sebagian tubuhnya. Kudekati lelaki itu.
 “hai” sapanya.
Mataku tak berkedip memandangnya, perlahan air mata mengalir dari pelipis mataku. Bukan, ini bukan butir kesedihan, tapi butir kebahagiaan, butir kemenangan hati. Ia memeluk tubuhku yang seakan tak berdaya dihadapannya. Ia adalah… Ari. sahabat karibku yang telah memberikan aku nyawa untuk bisa berpijak dibumi ini.
          Kami berpeluk erat seakan tak ingin berpisah. Hangat dan nyaman.
“mengata kau tak bilang dari dulu ?”
“aku senang melihat senyum dan semangatmu bisa kembali setelah kepergian Doni. Aku senang engaku bisa tertawa dan bahagia kembali setelah menerima dan membaca puisi dari S.A. aku tak ingin kau terus larut dalam kesedihan. ”
“tapi… kenapa tidak kaku katakan yang sejujurnya ?”
“aku telah mengatakan yang sejujurnya disetiap bingkisan puisi yang kukirimkan untukmu, peri bungaku yang tak berberduri. Aku adalah Satria Aristianto”   
***
          Luka itu telah kering. Kini aku tak perlu bersedih lagi. Seseorang telah mengisi lembaran hidupku yang baru. Ya, sahabatku adalah kekasihku sendiri.
          Kini, bangku ditaman ini tak lagi kosong. Seorang  peri bunga dan pangeran matahari telah mengisinya. 
“Rin, udah liat madding belom ?” tanya Sisi teman sebangkuku.
“belom, gw kan ga hobi ngeliat madding-mading gitu. Memang ada apaan sih, Si ? kok kayanya lo antusias banget ?”
“ada lomba membuat naskah Film Indie lho, Rin. lo ikut gih, bukannya lo hobi nulis-nulis cerpen gitu ? yah, iseng-iseng aja Rin”
“tapi gw kan ga suk..” belum sempat aku melanjutkan kalimat, Sisi telah menempelkan jari telunjuknya didepan bibirku.
“sssst.. lo pasti bisa ! ka nada si.. itu tu..” ujarnya sambil melirik kearah pintu kelas.
          Ku ikuti arah bola mata Sisi. Rupanya Ari tengah bediri disana.
“males ah ! ngapain juga ikut acara kaya gitu ? Gw kesana dulu ya..” balasku.  Aku melangkah menuju Ari. “aku tunggu kamu di taman sepulang sekolah.”katanya singkat. Sesingkat itu kah ? ada apa dengannya hari ini ?
***
“rin, bila suatu saat nanti aku harus pergi apa yang akan kamu lakukan ?” cakap Ari sembari memandang lurus kerah bola mataku. Ya, tepat dimatik mataku.
“maksudmu ? tentu saja ku akan mencegahmu.” Jawabku singkat
“lalu, bila aku tak kembali, apa kau akan tetap menantiku ataukah kau akan mencari penggantiku ?” ujarnya. Perkataan semakin mengada-ngada dan aneh. Ada apa dengannya ?
“penggantimu ? tidak lagi ! aku akan menantimu. Cukup sudah aku kehilangan orang yang sangat aku sayangi, tak akan mau aku mengulanginya,”
          Perlahan air mata itu mulai mengalir dari matanya. Ia terlihat bimbang. Lalu, kurengguh tangannya.
“ada apa ? bicaralah.. aku disini..”
          Ia tak menjawab. “aku mencintaimu, peri bungaku” lantangnya, kemudian ia memelukku, mencium keninggku, lalu pergi menjauh. Ku tahan dirinya, namun sia-sia, kekuatanku sangat lemah disbanding dengannya. Ada apa ini ? apa yang terjadi dengan Ari ?
***
Keesokan harinya…
          Ari tak masuk sekolah. Kucoba mencari tahu kekelasnya dan semua temannya tak tahu menahu mengapa Ari tak masuk hari ini. kucoba mengontaknya, namun ponselnya tak aktif.
          Sepulang sekolah, aku tak pulang ke rumah kosku. Hari ini aku pulang ke Apartemen Papaku karena hari ini Papa pulang dari London. Sesampainya aku di apartemen Papa, Papa terlihat telah menungguku dengan geram didepan pintu.
“ada apa, Pa ?”
“Ari.”
“Ari ? papa tau Ari dari mana ? kenap dengan Ari,Pa ? “
“jauhin dia sekarang !”
“ga ! Ga mungkin ! Pa…kami saling mencintai !”
“lupakan ! itu Cuma mimpi ! kalian ga boleh bersatu !”
Papa terdiam sejenak. Wajahnya terlihat begitu muram, binggung, dan marah. Kuhampiri dirinya yang kini tengah duduk disofa ruang tamu.
“Papa telah menikah dengan tante Vivi. Kamu sudah mengenalnya kan ?”.
Aku hanya mengangguk mendengarnya. Setelah kepergiaan mama, papa memang sangat dekat dengan tante Vivi, rekan kerjanya di London. Tak heran jika kini mereka telah menikah dan membina rumah tangga yang baru. Tante Vivi sendiri adalah seorang janda beranak 2. Kata Papa, anak pertama Tante Vivi tinggal di Indonesia dan bersekolah di sekolah yang sama denganku. Tapi aku tak mengenal anak tante Vivi tersebut.
“ Ari adalah anak dari tante Vivi” kata papa.
“tapi Pa, kami bukan saudara kandung. Berarti kami boleh menjalin hubungan !” jawabku geram.
“Tidak ! jauhi dia ! kalian kakak-adik. Tak sepantasnya kalian berpacaran !”
          Luka itu kembali terbuka. Aku hanya diam. Diam seribu bahasa. Hanya air mata dan air mata yang mewakili perasaan ini. ingin rasanya ku turut larut besamanya. Namun, aku tak bedaya. Aku sungguh kecewa ! mengapa semua ini harus diberikan Tuhan kepadaku ?
***
Hari ini, hari minggu. Aku sengaja pergi ke taman seperti biasanya. Air mata ini tak terbendung lagi. Mengalir deras bukan main. Sang menatri sepertinya tak hendak memberikan sinarnya setitikpun untuk hatiku yang kelam ini. Kini bangku ini kembali kosong, sang pangeran mentari tak lagi menemaniku. Kembali terputar dimemori otakku, kata-kata keji yang baru tadi pagi kudengar dari bibir Papa.
          Terhitung sudah 1 minggu berlalu. Ari tak masuk sekolah, ponselnya mati, ia tidak pernah pulang kerumahnya, kami lost contact. Tuhan, mengapa jantungku berdebar seperti ini ?
           “Ari meninggal, ia bunuh diri dikamarnya”. Tak ada kata yang hendak terucap, tak ada ekpresi yang hentak tergambar, tak ada gerak yang hendak melawan. Tubuh ini rasanya tak sanggup berdiri tegak setelah mendengar kata-kata keji itu. Tuhan, apa salahku ? mengapa enggau ambil Ari ? tak cukupkah Engkau telah mengambil Doni dariku ? mengapa Engaku juga merebut Ari dari sisiku ? Tuhan, apa dosaku ? apa aku tak pantas bahagia ?
          Papa berusaha menenangkan Tante Vivi yang menangis tersedu-sedu dipundaknya. Ari bunuh diri karena depresi. Ia sangat shock ketika Mamanya memberitahukan bahwa kami tak bisa bersatu. Mamanya melarang Ari untuk berhubungan lagi denganku. Itulah sebabnya beberapa hari yang lalu aku dan Ari lost contact. Dan sekarang ia telah pergi. Pergi meninggalkan aku sendiri disini.
***
          Tidak ! tidak akan ! aku tidak akan sanggup menghantarkan Ari sampai keperistirahatannya yang terakhir. Aku memilih berdiam diri ditaman ini dengan sepucuk surat yang tergenggam kuat oleh jemariku. Ini adalah surat yang dititipkan Ari untukku sebelum kepergiannya. Ada bercak darah disana. Kubuka, dan kubaca..
Dear, Peri bungaku, Rinda
          aku sakit. aku tak sanggup berpisah denganmu. Aku tak mau berhenti melihat senyummu. Jangan menangis. Jangan menangis, aku taksanggup melihatnya. Tolong, hentikan sekarang.
          Rinda, mencintaimu adalah sebuah anugerah bagiku. Mengukir senyum diwajahmu adalah sebuah kepuasan bagiku.
          Aku hanya ingin melihat senyummu disaat aku pergi. Aku hanya ingin melihat engkau menjadi sosok yang tegar. Jangan tangisi jika aku pergi. Antarlah aku pergi dengan ke ikhlasan. Biarkan aku bahagia disana. Walau kutahu lautan air mata akan tercipta seketika, ketika aku pergi nanti. Tersenyumlah peri bungaku tercinta.. aku menyayangimu..
Yours,
S.A. 

Sabtu, 11 Juni 2011

I got 10 on my PT !!!

Huaaa~~ guys, you know what ? I got 10 on my PT (Periodic Test) today !!, I realy realy happy, excited, and full of spirit ! hahaaa you know how is the feeling when my teacher show me my score this evening ? That feeling fulfills in me like I have just archived something very important ! for me, this is like what ya.. hmm… may be like a record for me ! this is, the first time I got the perfect and highest score on my PT !! you know guys, it’s very rare and unusual to get 10 on PT ! ^^  
Actually, my original score of this PT 2 is 45 alias 90 :D but, as usual, before PT, our class play a game, and the winner will get the bonus score. And… I got 0,7 for my bonus score ! ^^ so, 45 (ori. Score) + 0,7(bonus score) = 52 alias 104 !! but, ofcourse because there is no score that more than 100, so, my score become 5 alias 10 alias 100 !!
Hmm… in this ET-10, my First PT score is 40 then I got 0,5 for my bonus score so my first PT score is 45 alias 90 !! I’m out as the second winner at that time. The first winner is my friend, named, Fahda. He got 41 for the original score and 0,3 for the bonus score so his score become 44 alias 88. He out as a winner because of her original score is 41 and my score is 40. What a little difrence, right ?
well, Fahda also get the highest score for the PT today. He got 46 for the original score and 0,3 for the bonus score. So his score become 48 alias 96 and he get 3 points again so his score become 99. Hahaaa I think We only differ 0.1 point on our original, you know ? and because of that today my teacher, Ms. Lia, dubbed us (me and Fahda) as “The king and The Queen in our class”. What the… hahaha I realy proud of my self (how arrogant you’re !!) v^^


  

Kamis, 09 Juni 2011

Cerpen-Mawar layu yang tak berputik


Disetiap siang, aku hanya duduk terdiam tanpa sepatah katapun. Tak juga seorang teman. Mencoba mengukir senyum dan keramahan disetiap ada yang mendekatiku. Bagai bunga mawar yang telah layu, aku selalu mencoba tetap mengembangkan kelopakku yang telah layu dimakan waktu. Berusaha agar seoekor kupu-kupu mau mendekatiku.

Dikala para lebah dan kupu-kupu itu bermain dan menari-nari diantara bunga-bunga segar, aku hanya bisa diam seribu bahasa. Tak hendak aku protes. Aku tetap lah aku, si bunga mawar yang layu. Tak akan ada seekor lebah ataupun kupu-kupu yang mau menjamah sariku ini. mereka yang dulu menari dan bercengkrama diantara aku, kini telah pergi meninggalkan aku sendiri. Membiarkan aku membusuk bersama kelopak-kelopakku.
       
Andai mereka tahu, betapa perihnya goresan dihati yang telah terukir perih ini. sakit. Sakit sekali. aku iri pada bunga-bunga segar itu. aku masih menaru harap pada lebah dan kupu-kupu itu, suatu saat nanti benihku akan tumbuh dan merekah kembali.  Tapi kapan waktu itu tiba ?
               
Yah, perumpamaan itu sepetinya memang telah melekat erat dijiwaku. Walaupun pada kenyataannya aku bukanlah setangkai mawar.  

***
Rasanya tidaklah seperti menginjakkan kaki diatas lantai yang tepat berada dibawah kaki ini. Hujan seketika mengguyur tanah yang tengah haus akan kehadirannya setelah sepanjang hari terpanggang oleh sengatan sinar mentari yang terik. Angin malam yang berhembus kencang, membuat jiwa ini seakan ingin jua terbang bersamanya, ingin ku ikuti langkahnya, membawa seluruh penat didada ini.

Terpikir dibenakku, mengapa rasanya Tuhan tak penah berpihak padaku. Entah sudah berapa billion detik, kaki ini masih sering terpaku di tempat yang sama. Goresan jejak langkah kaki itu pun masih terekam jelas dalam mata kalbu ini. Pun dengan uraian kata terakhir itu, masih melekat indah dalam jelaga hati. Ingatan ku pun langsung menerawang menuju ke dimensi waktu yang tidak akan pernah bisa terurai dan terenskripsi lagi. Hanya ada sebuah tatapan nanar tanpa arti, yang akan mulai menari dan bergolak didalam ruang rindu yang akan terus menerus memberontak dan menggelorakan sanubari ini.

Kugeser arah duduk ku, sembari mengambil sebuah catatan kecil, lengkap berserta pena berwarna biru, dari dalam tas hitam yang mempunyai corak merah sebagai pemanis. Hari ini tepat pukul 09.00 WIB, di bandara Radin Intan, ku mulai menggoreskan pena ini, goresan yang ke 240 akan kembali aku ukir dan kudedikasikan untuknya. Pagi ini tepat sudah 5 tahun, dimana dia meninggalkanku dalam sunyi, sepi dan tersekat oleh kesendirian di negeri ini. Lembar demi lembar catatan kecil ini, mulai terus terangkai dan membentuk suatu sinergi yang saling bertautan satu demi satu dalam setiap minggunya. Tepat pada detik ini pula, pesawat penerbangan ke Seoul itu mulai bergerak dengan perlahan-lahan untuk meninggalkan bumi Indonesia, serta meninggalkan tubuh ini dalam bingkai sepi.

“Ya, tepat sudah 5 tahun aku seperti ini. 5 tahun bertahan menjadi bunga yang layu hanya demi mengharapkan setidaknya seekor kupu-kupu atau lebah atau pun kunang-kunang kuning keemasan itu mau menghampiriku walau hanya sesaat.
       
Tidakkah kau ingat padaku ? 5 tahun yang lalu, engkau meninggalkan aku sendiri sini. Tepat dibangku ini. selama bertahun-tahun air mata ini tak kunjung kering juga. Seiring dengan hujan yang turun diluar sana, air mata ini tak kunjung reda. Terus mengalir membasahi catatan yang terpangku tak berdaya menjadi saksi bisu perpisahaan kita.      
        “aku Cuma mau bunda kembali”, hanya itu permintaan sederhanaku. Apakah itu berlebihan untuk Tuhan ?
       
Kembali terlintas dipikirku, peristiwa 5 tahun yang lalu. hari itu tamparan keji aku terima dalam dada ini. seorang wanita yang sangat berarti bagiku, pergi begitu saja tanpa melihat aku yang menangis tersendu-sendu. Ia pergi ke negeri itu. negeri yang mungkin menjadi negeri impian baginya, Seoul.
“Bunda bakal kembali buat Rinda. Tunggu bunda, sayang”, itu kata terakhirnya yang masih aku ingat. Tapi ia tak kembali kepelukku lagi. Ia terhempas oleh belaian angin dinegeri itu dan lalai sudah raganya dimakan buayan dunia. Ia tak akan pernah kembali.

Begitu bodohkah aku selama 5 tahun ini? Dimana setiap minggu nya aku selalu menyempatkan diri ketempat ini, hanya untuk sekedar mengenang dan mengharapkan dirimu datang kembali, meskipun itu hanya untuk memberikan sedikit senyuman mu kepadaku.

Tidakkah dirimu ingat kepadaku??

Ahh..kenapa juga dirimu harus pergi, kenapa juga aku engkau tinggalkan di tanah tumpah darah ini sendirian. Kenapa? Kenapa? dan kenapa?

Tanpa aku sadari, darah ini mulai mengalir dari hidungku, menetes membasahi catatan kecil yang sudah teramat sangat usang dan sudah dipenuhi dengan ribuan isak tangis serta tetesan darah yang dengan nikmatnya keluar dari hidungku. Ya beginilah aku, ketika hati ini mulai lelah akan dirimu, tubuh ini pun tidak kuat untuk menemani ku.

Segera saja aku mengambil tisu berukuran kecil yang mempunyai corak boneka barbie sebagai penghias bungkusnya, untuk sekedar menyeka hidung ini, dengan isak tangis yang masih saja terus mengalir.

bodohkh aku Tuhan? Mengapa Engkau tidak pernah adil terhadapku?

Kenapa rasa ini tetap saja engkau hangatkan, meskipun sudah 5 tahun berlalu. Kenapa? Kenapa tidak Engkau bekukan saja dalam dinginnya Nitrogen di relung pikirku.

Ahhh..kenapa juga aku harus menantimu, tapi…..

Aku harus ada disini, siapa tahu minggu depan kamu akan pulang ke negeri ini dan menemuiku, karena aku percaya itu…

..karena engkaulah aku ada, ya karena dirimulah aku bisa beranjak untuk melepaskan semua belenggu masa lalu, yang dengan kejam tanpa belas kasih membelengguku, merantaiku dan menghempaskanku ke dalam derajat kenistaan.”

“sahabat ? ah, tidak. Setelah engkau pergi, aku tak memiliki seorangpun. Mereka semua telah meninggalkan aku, Bun. Aku dianggap gila dan tak berguna. Aku ingin mereka tahu, Aku tidak gila ! aku hanya menunggumu disini.

Pecuma aku sekolah. Aku hanya dikucilkan, dipojokkan, tak dianggap. inginku mereka tahu, aku ada, aku nyata. Aku hanya sedikit berbeda dari mereka, dari bunga-bunga mawar yang lainnya. Mungkin, bila diibaratkan, aku hanya bunga mawar yang tak memiliki benang sari. Aku hanya sedikit cacat.

Bunda, aku hanya bisa menunggu disini. Berharap engkau pasti akan datang padaku.setidaknya memberikan sedkit kekuatan untuk aku kuat menghadapi cobaan ini. Bunda, dulu, disaat mereka bermain bola bekel, aku hanya bisa diam memandangnya dengan tatapan iri. Aku ingin, tapi… mereka tak menganggapku. Setiap kali mereka bermain, bercanda, bergembira, aku hanya bisa menyaksikannya dengan mataku. Bertahan ? aku selalu bertahan. Aku telah coba melampiaskan semua itu, aku bermain sendiri dirumah. Tanpa seorang teman. Hanya sendiri. aku mencoba tersenyum saat bola bekel itu tak bisa ku tanggap. Aku hanya tertawa semu saat keong-keong itu tak muat aku raup.

Namun, tetap saja ada rasa yang kurang. Rasa penyemangat darimu dulu  itu tetap saja tidak menemani bersamaku. Bahkan ketika tegukan air pertama ini mulai masuk dalam kerongkongan, membasahi rongga hati, tangis ini pun meledak, bulir-bulir panas ini mulai berjatuhan membasahi pipi dan menetes sehingga membuat catatan kecil itu semakin kusut.

Masih dalam tangis, aku pun mulai beringsut ke sudut sofa di terminal tiga itu. Nampak beberapa mata menatap dengan rasa iba dan penuh dengan tanda tanya. Tanpa ada suara, tanpa ada nada, hanya desahan nafas yang terasa semakin berat, dan semakin mengikat serta menyekat tenggorokan.

Mata ini terasa semakin berat, berputar, dan menampakkan binar kunang-kunang berwarna kuning keemasan. Masih dalam diam di pojok sofa berwarna merah marun itu, dengan berharap semua kegilaan ini menghilang dengan sendirinya. Namun…tubuh ini menjadi semakin ringan, kaki inipun mulai terasa dingin menggigil, pandangan ini semakin kabur, keringat dingin mulai membasahi semua nya, tangan, tubuh, dan pakaian yang kupakai pun bermandikan keringat ini. Lemah kaki ini tidak mampu untuk sekedar menyangga, bibir ini pun serasa terkatup membisu serta terkunci rapat dalam diam tanpa mampu untuk sekedar meminta bantuan, tangan ini pun seperti terantai oleh dinginnya hawa kematian. Aku akan menyusulmu. Tungu aku...