Selasa, 18 Mei 2010

cerpen - Mengapa harus aku ?

Mengapa Harus Aku ?

        Kebahagian, kasih sayang, perasaan cinta dan kesedihan, menurutku itulah arti kehidupan yang sesungguhnya. Tetapi mengapa disaat banyak anak-anak seusiaku merasakan kebahagian tersebut dengan keluarga mereka yang saling menyayangi, aku hanya dapat berdiam sunyi dan menitiskan air mata.
Ya, hanya hal itu yang dapat aku lakukan.
        Disaat anak-anak sebayaku bermain dengan lincahnya, disaat mereka merasakan indahnya kehidupan dengan canda, tawa, dan keceriaan, ”mengapa aku tidak dapat melakukannya disaat masa kanak-kanakku ini ?” kata-kata itu selalu terlintas dipikirku setiap kali aku merasa sedih, binggung, bosan, dan haru. Aku tidak dapat melakukan hal yang seharusnya aku dapat lakukan dengan segala kelincahanku.
        Hari-hariku selalu ku habiskan didalam rumah, bermain sendiri penuh keterbatasan akibat penyakit yang terus-menerus menggrogoti tubuhku yang mungil. Mungkin banyak orang diluar sana juga merasakan penderitaan yang sama seperti diriku, tetapi mengapa aku juga harus menjadi salah satu bagian dari mereka ?
Ayah, bunda, kakak, dan adikku, merekalah malaikat penyemangatku. Kasih dan sayang yang mereka limpahkan kepadaku demi menyemangatiku, begitu besar. entah bagaimana caranya untuk membalas pengorbanan mereka.
        ”dik, kamu harus dapat semangat menjalani hidup ini, kakak tahu mungkin kamu sendiri merasa bosan sekaligus sedih dikalau melihat teman-temanmu yang bermain diluar sana. Tapi kakak yakin kamu pasti bisa melalui cobaan ini” itulah kata-kata penyemangat dari kakakku yang selalu berusaha menghiburku.
Mungkin mereka berpikir aku adalah anak kecil yang tidak  mengerti apa-apa. Tetapi sesungguhnya aku telah mengetahui apa yang telah terjadi padaku, yang tidak lain aku menderita penyakit Thalasemia yang merupakan penyakit darah yang cukup berbahaya.
Mungkin aku hanya dapat melawannya dengan terus berdoa dan menunggu keajaiban yang dianugerahkan Tuhan kepadaku.
        Satu impianku, aku ingin hidup normal seperti yang lainnya, tidak ketergantungan pada obat-obatan medis kedokteran yang membuatku bosan dan merasa lemah, aku ingin bermain dengan teman-teman sebayaku diluar sana, bukannya hanya berdiam diri didalam kamar dengan mainan-mainanku. Aku bahagia walaupun aku menderita akibat penyakitku ini, karena aku melihat kasih sayang yang tulus dari keluargaku, dukungan yang kuat dari mereka membuatku selalu bersikukuh untuk sembuh.
        Kadang kala aku ingin bersekolah seperti layaknya anak yang normal, tapi apa dayaku ? bahkan untuk berpikir saja sulit sekali bagiku. Hanya berdiam diri bukan berarti aku tidak mengetahui apa-apa. Aku tahu apa yang dibicarakan bunda dan ayah, mereka selalu berusaha menabung demi biaya pengobatanku yang cukup besar. Penghasilan mereka berdua selalu habis untuk aku, itu lah sebuah kasih sayang yang tulus. Mereka selalu tersenyum kepadaku seolah-olah dapat menutupi kesedihan mereka.
        Mungkin ilmu dokteran  mengatakan bahwa umurku tidak akan mungkin dapat berlanjut hingga kemasa dewasa, bahkan ada yang mengatakan penderita penyakit akibat gen yang dibawa dari kedua orang tuaku tersebut hanya dapat bertahan hidup hingga usia 16 tahun bahkan kurang dari itu. ”andaikan kalian semua tahu apa yang aku rasakan selama ini bukan hanya tersenyum behagia, bukan hanya berpilu sedih, tetapi itu semua adalah usahaku demi membanggakan kalian semua sekaligus untuk membuat kalian tidak terlalu menghawatirkan aku”.
        senyuman, ya..itulah yang selalu aku berikan kepada kalian. Berusaha menanti sebuah keajaiban yang mungkin dapat membuatku lebih ceria dan aktif dari pada sekarang. Tetapi hal yang selalu aku pikirkan adalah ”mengapa harus aku yang menerima semua ini ? aku tahu ini adalah cobaan dari tuhan, aku hanya bisa pasrah dan terus besabar menanti sebuah jawaban” selalu dan selalu aku bayangkan bila aku dapat menjadi kebanggan bagi keluargaku, jika aku dapat membalas semua pengorbanan ayah dan bundaku, jika aku dapat menjadi yang terbaik bagi semua orang yang menyayangiku dengan sepenuh hati. Ingin sekali aku mendapatkan hal itu. Andaikan waktu dapatku ubah, akan kupejamkan mataku, lalu aku berdoa agar semua yang aku alami selama ini hanyalah sebuah bunga dari tidur malamku.
        Aku tahu ayah, bunda, kakak, dan adikku selalu menutupi kesedihan mereka dariku. Namun entah sampai kapan aku dapat terus melihat senyuman yang terpancar dari wajah mereka yang menyimpan segala kepedihan melihat keadaanku selama ini.
Mungkin tanpa dukungan dari mereka, tanpa penerimaan dari mereka dengan segala keterbatasanku, dan tanpa pengorbanan untuk mengobati penyakitku ini entah apa yang telah terjadi padaku.
        Banyak orang yang beranggapan bahwa aku hanyalah seorang anak kecil yang tidak berdosa, anak kecil yang bersih, dan anak kecil yang polos, tetapi sesungguhnya mereka tidak mengetahui apa yang sedang aku perjuangkan untuk melawan penyakit yang cukup berbahaya bagi anak seusiaku. Indahnya hidup mungkin tidak dapat aku rasakan terlalu lama, aku tahu hal itu.
        Disaat kalian tersenyum penuh kebahagian, aku hanya tertunduk haru melihatnya. Satu hari saja untuk merasakaan keceriaan sangat berarti besar bagiku. Suatu anugerah yang besar jika aku dapat melawan penyakit ini, jika saja aku bisa menentukan waktu yang terus berlalu, pasti akan aku manfaatkan sebaik mungkin demi merasakan indahnya bermain, berpikir, dan bergembira bersama yang lain.
        Hanya satu anganku untuk kalian semua, yaitu menghapus semua air mata kesediahan yang mengalir dari pelipis mata orang-orang yang menyayangiku. Andaikan aku dapat melakukannya betapa bahagianya melihat tawa dari mereka, tetapi mungkin anganku itu hanya dapat terjadi dengan izin tuhan.
”Tio, kamu sabar ya” sungguh kata yang tidak asing lagi ditelingaku, selalu itu ucapan yang dilontarkan dari semua orang kepadaku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui jalan apa yang sedang aku tempuh demi kesembuhan.
        Percaya dan yakin ! hanya itulah yang dapat aku lakukan sekarang, bagiku semua ini adalah sebuah untaian cobaan, dan aku yakin aku dapat melaluinya semampuku. Aku tidak mau berpisah dengan keluargaku, aku tidak ingin dianggap anak yang lemah, aku akan membuktikan bahwa aku bisa membanggakan kalian semua. Cinta dan kasih kalian sangat berharga bagi diriku, mungkin selama ini aku tidak menyadarinya tetapi kini aku tahu semua orang berangan agar aku dapat sembuh dari penyakit ini. Thalasemia, bukanlah halangan untuk aku berputus asa, walaupun sakit yang kursakan begitu kuat, tetapi aku percaya keajaiban itu pasti akan datang kepadaku. Aku masih ingin merasakan indahnya dunia bersama keluargaku tercinta selamanya, dan bukan halangan untuk aku terus berjuang melawannya.
        Aku memiliki satu pesan yang mungkin dapat menjadi ungkapan terima kasihku kepada kalian, atas segala dukungan yang telah kalian berikan kepadaku.

Untuk semua orang yang menyayangiku,
       
        Maaf, selama ini terlalu banyak bertumpahan air mata yang dilontarkan untukku. Aku tahu kalian semua sayang kepadaku, aku tahu kalian begitu takut kehilangan diriku, aku tahu kalian takut bila aku bersedih dengan apa yang aku alami...
Diusia kalian mungkin banyak pelajaran yang telah kalian dapat, dan aku yakin kalian tahu apa yang sedang aku alami sekarang.
Hanya mununggu jawaban yang pasti untuk semuanya, tetapi aku tidak mau dikalahkan oleh penyakit ini, ini bukanlah akhir dari perjuangan hidupku. Masih banyak yang harus aku lakukan, masih banyak orang diluar sana yang menyayangiku, aku tidak mau mereka kembali menitiskan air mata hanya karena aku.
Aku yakin kasih dan sayang kalian kepadaku pasti dapat membangkitkan semangatku.
Aku yakin aku pasti dapat sembuh seperti sedia kala ! apalah arti hidup tanpa pengorbanan yang kuat. Terimakasih ayah, bunda, kakak, dan adikku atas segala lontaran semangat yang telah kalian berikan... aku berjanji kepada kalian !
       
 Inilah kata-kata penyemangat dari orang-orang terdekatku sekaligus untuk semua orang yang sedamg berjuang sepertiku !
”jalani hidup ini dengan segala keterbatasanmu, dengan segala keyakinan kalian, dengan setulus hati kalian. Karena kalian harus yakin dengan apa yang kalian miliki, kesehatan yang sungguh mahal. Dan satu janjiku, aku akan hidup disini untuk seluruh orang yang aku sayang, aku hidup demi kebahagian kalian semua, aku berjanji pada kalian ayah, bunda, kakak, dan adikku tercinta, aku berjanji pada kalian aku pasti dapat kembali sembuh seperti sedia kala”.

Jumat, 14 Mei 2010

cerpen - selamat jalan ayah



Selamat Jalan Ayah...

        Woouaaah.... kantukku, mendengar jam beker yang terus menerus berdering, rasanya aku masih ingin melanjutkan bunga tidurku. Setelah aku bangun, segera kubuka jendela yang tepat berada disudut kamarku. Kulihat pagi ini langit begitu cerah, terlihat tetes-tetes air embun membasahi daun dan ranting pohon cemara didepan rumahku.
        Hari ini hari minggu tepatnya tanggal 5 juni, aku langsung tersentak karena aku baru ingat kalau hari ini adalah hari ulang tahun ayahku. Akupun langsung bergegas mandi dan melihat keruang makan, biasanya ibu memasak makanan yang spesial untuk  hari yang spesial, apa lagi hari ini adalah hari ulang tahun ayah. Namun, setelah kubuka tudung meja makan, mataku hanya tertuju pada sepiring nasi putih, tak ada lauk pauk atau makanan yang biasanya Ibu sajikan untuk aku dan Ayah.
        Akupun bingung karena pagi itu rumahku benar-benar sangat sepi, tidak ada aktifitas sama sekali. Yang terdengar hanya kicauan burung-burung yang sedang bertengger didepan rumahku.
Aku yang kebingungan, langsung memanggil nama ibuku ”bu..bu.. ? ibu dimana ?” tanyaku dengan suara lantang. Tetapi tidak ada jawaban sama sekali. tanpa berpikir panjang lagi aku langsung bergagas menuju kerumah tetanggaku, karena aku berpikir ibu ada disana.
        Sesampainya didepan rumah tetanggaku, aku langsung disambut dengan tangisan duka Bu Eka. Aku bergegas bertanya kepadanya ”bu eka, mengapa menangis ? begini bu, aku ingin menanyakan apakah ibu melihat ibuku ?”. lalu bu eka langsung menjawab pertanyaanku sambil tersedu-sedu ” nak, ayahmu mengalami kecelakaan sewaktu ingin pergi membeli obat untuk ibumu. Ia tewas seketika dan sekarang ibumu masih dirumah sakit untuk mengurus jenazah ayahmu”. Aku yang mendengar perkataan bu eka serentak meneteskan air mata dan seolah-olah tidak pernah menyadari apa yang baru saja ibu eka katakan, aku segera menjerit histeris dan seketika akupun langsung tak sadarkan diri.
        Entah berapa lama aku tak sadarkan diri, aku terbangun dan aku segera keluar dari kamar. Kulihat para tetangga serta seluruh kerabat dekat dari keluargaku tengah berkumpul menyambut kedatangan jenazah ayahku, Tak sengaja pula aku mendengar tangisan yang begitu memilukan hatiku, aku tahu kini ayah telah pergi meninggalkan aku beserta ibuku sendirian. Tapi, aku juga harus mengetahui satu hal, bahwa aku tak boleh menitiskan airmata didepan ibuku yang sedang berduka, aku harus berusaha tegar menerima semua ini, walau rasanya sakit sekali untuk menahannya.
        Akhirnya kucoba memberanikan diri untuk membuka kain putih nan tipis yang menyelimuti kepala ayahku yang telah terbujur kaku, kupandangi wajahnya yang begitu pucat, bibirnya  yang memancarkan penderitaan, serta matanya yang terpejam penuh keharuan. Tak mungkin aku dapat menahan air mataku yang segera membanjiri pelipis pipiku, tetapi disisi lain aku melihat ibu yang tak henti-hentinya menitiskan air mata. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan disaat semua orang sedang mendoakan jenazah ayahku. Rasa bingungku terus melonjak, sampai-sampai aku kembali taksadarkan diri.
        dalam dunia mayaku aku bermimpi bertemu kembali dengan ayah. Ayah berkta kepadaku ”nak kamu harus dapat menjaga ibumu ya, ayah hanya pergi sementara, esok bila waktunya tiba kita pasti akan kembali berjumpa dan kita dapat berkumpul kembali seperti sedia kala. Ayah yakin kamu adalah anak yang pandai, kejarlah terus impianmu sejauh mungkin. jangan biarkan kesedihanmu menghapus seluruh impianmu tersebut, walalupun tanpa ayah ”. Disana aku ingin memeluk ayahku tetapi tiba-tiba ayah menghilang dan aku seketika merasakan tetesan airmata dari ibuku yang begitu mengkhawatirkan diriku.
***
        Setelah beberapa bulan dari kepergian ayah, barulah aku menyadari bahwa diriku masih membutuhkan figur seorang ayah yang dapat memberikanku semangat untuk terus berjuang demi ibu. Hari-hari pun kulalui bersama ibuku seorang, kami berdua hidup berkekurangan, bahkan ibu rela menjadi seorang buruh cuci pakaian demi membiayai sekolahku yang telah menunggak tiga bulan. Rasanya aku ingin membantu ibu tetapi, ibu sama sekali tidak memperbolehkan aku untuk membantunya. ”nak, biarkan ibu bekerja seorang diri, tak apa nak... Sa, boleh ibu meminta satu hal darimu ?”. ”tapi bu.. itu terlalu berat untuk ibu lakukan sendiri. Apa yang ibu inginkan ?” ujarku. ”nak, kamu harus berjanji kalau kelak kamu dapat menjadi orang yang berhasil dan dapat membanggakan ayahmu disana. Kamu mau berjanji demi ibu ?”. aku mengaangguk pelan, aku terharu dengan kerja keras ibu selama ini hanya demi aku seorang.
        Seandainya ayah masih ada bersama kami, aku ingin membahagiankannya. Aku ingin mempersembahkan piala sekaligus mendali emas yang kudapatkan pada waktu aku mengikuti lomba jurnalistik di jakarta kemarin, ingin rasanya melihatnya bangga kepadaku, melihat senyuman penuh kasihnya, dan tatapan penuh cinta kepadaku. Tapi aku yakin walaupun kini ayah telah tiada dan kini kami harus bekerja keras demi menyambung hidup, aku tetap yakin kalau ayah bangga padaku.
        Sebelumnya ayahku adalah seorang penulis yang terkenal, hasil goresan penanya terkenal sampai ke mancanegara. Aku sungguh bangga kepadanya. Karena aku melihat kegigihan ayahku untuk terus menulis dan terus berlatih keras, aku juga memiliki tekat untuk menjadi penerus ayahku. Aku berjanji kelak jika aku telah dewasa aku pasti dapat menjadi kebanggaan untuk ayah, walaupun tak mudah untuk menggoreskan pena diatas serpihan kertas putih, tapi aku yakin jika aku terus berlatih dan bekerja keras, aku dapat menggapai anganku dan dapat membanggakan ayah...
Selamat jalan ayah, do’a ku akan selalu menyertaimu. Terimakasih yang sebesar-besarnya aku tujukan kepadamu... berkat dirimu aku dapat belajar bagaimana kerasnya kehidupan. Selalu yah dan selalu.. aku menantikan keadaanmu dalam hatiku, walaupun kini kita telah berpisah untuk selamanya.. aku percaya kasih sayangmu ayah...
Selamat jalan ayah...

cerpen - kenangan dari bunda

Kenangan Dari Bunda


        Ibu, sungguh kata yang tidak asing lagi ditelinga semua orang. Tetapi setiap kali aku mendengar kata tersebut ditelingaku, serentak pikiran ku melayang membayangkan bila saat ini ibuku masih menemaniku, dan air mataku langsung membasahi pelepih mataku. Aku sudah tak lagi memiliki sosok yg bernama ibu. Ibuku telah meninggal dunia sekitar dua tahun yang lalu.
        Sesungguhnya hatiku benar-benar pilu ketika aku mengingat-ingat kembali kenanganku bersama ibuku dulu. ”andaikan aku masih memiliki seorang ibu .. ” ujar ku berharap . Sesungguhnya aku tak sanggup bila hidup seperti ini, tetapi disamping itu aku juga masih memiliki tanggung jawab yang masih sangat besar kepada kedua orang adikku yang masih sangat kecil, aku tak mau mereka mengetahui kalau aku menangis. Aku tak mau mereka berpikir bahwa kakak nya adalah seseorang yang lemah.
        Aku masih ingat saat saat dimana Bunda sedang berusaha melawan penyakitnya. Aku sempat berbincang bersama dengan Bunda. ”Nur, bunda yakin kamu adalah anak yang baik. Bunda yakin kamu pasti dapat mengantikan Bunda menjaga kedua adikmu. Ingat nak, jika Bunda pergi nanti, rawat mereka dengan sebaik-baiknya ya nak.. ” ujar bunda terbata-bata. ”Bun.. Bunda harus bertahan, aku yakin bunda pasti bisa bertahan. Adik-adik masih sangat membutuhkan Bunda, mereka masih kecil Bun.. Nur mohon bunda untuk kuat” jawabku sambil menitiskan air mata melihat keadaaan Bunda yng semakin memburuk.
        Bunda hanya terdiam dan menggeleng pelan. Ia hanya menitiskan setitis air mata, dan tak kusangka itu adalah air mata terakhir Bunda. ”Buundaaaaaa... ! Bun, Bunda bangun jangan tinggalkan nur disini sendiri Bun....” air mata semakin bertumpah ruah ketika kedua adikku Rina dan Rini melihat Bunda yang telah terbujur kaku tak berdaya. Sepetak kamar tidur telah menjadi sebuah saksi bisu kepergian ibuku.
        Setelah Beberapa tahun setelah kepergian bunda, aku terbawa kesedihanku hingga kealam bawah sadarku.
 Malam itu ketika aku sedang tertidur pulas, tiba-tiba secara serentak aku terbangun, dan menjerit ”Bunda....”. ternyata aku sedang bermimpi ketika aku sedang bermain bersama bunda dan kedua adikku, disana kami sangat bahagia, ibuku tersenyum kepadaku. Pancaran pesona matanya yang begitu mengagumkan mengarah kepadaku. Aku sempat tak percaya kalau kini ibu sudah tiada. Ternyata rasa rinduku kepada ibu sudah tak dapat terbendung lagi.
        Andaikan bunga tidurku itu dapat menjadi sebuah kenyataan, aku masih ingin berkumpul dengannya, merasakan detak jantungnya di telingaku, memeluknya dan mendengarkan nasihat mutiara yang terucap dari bibir manisnya. Aku masih belum siap menerima kenyataan pahit dalam hidupku ini, aku sangat ingin bertemu dengan ibuku lagi. Aku sadar dulu, ketika ia sedang menasihatiku, aku hanya mengabaikan nasihat yang baru kini kurasakan manfaatnya.
        Terbayang indahnya senyuman yang terpancar dari wajahnya yang dibalut oleh kerudung yang indah mempesona. Tatapan wajah yang begitu suci mengarah kewajahku. Tetapi inilah kenyataan hidup yang harus ku terima, aku sudah tak memiliki seorang ibu yang dapat mamanjakan aku dan kedua adikku lagi. Dapat menjaga kami dikala kami sakit, ia akan selalu menjaga kami sepanjang malam sampai kami merasa lebih baik.
        Menurutku, ibu adalah sosok seorang wanita yang paling mulia dimuka bumi ini. Kasih dan sayangnya rela diberikan untuk buah hati tercintanya. Kasih sayangnya tidak akan pernah sirna oleh waktu, ketulusan hatinya dapat menembus langit ketujuh. Dan pengorbanan dirinya melebihi apapun yang ada dimuka bumi ini.
        Hanya dari album biru yang telah usang, aku dan kedua adikku hanya bisa mengenang kembali masa-masa indah yang pernah kami lalui bersama dengan penuh duka cita. Adikku pernah berkata ”kak, bunda kenapa nggak pernah main sama rini lagi ?” ujarnya dengan penuh kepolosan. Aku hanya dapat menjawab ”rini sayang, kamu sabar ya.. kakak yakin suatu saat kita pasti dapat berkumpul kembali dengan bunda... sekrang, bunda sudah menyusul ayah, mereka berdua telah tenang disana”. Jawabku sambil termenggu. Aku tahu sesungguhnya adik-adikku sangat merindukan sosok bunda. Sama sepertiku. Tapi apa yang dapat aku perbuat demi mereka.
        Andaikan waktu dapat diputar kembali, aku sangat merindukan masa-masa dimana kami berkumpul dan mencurahkan isi hati dan pikiran bersama. Sungguh indahnya saat itu, kata-kata indah akan selalu menyelimuti telinga kami. Bisikan dari bibirnya masih benar-benar terngiang ditelingaku. Sungguh masa-masa yang indah.
        Tetapi aku harus kuat dan percaya bahwa sesunguhnya ibu masih menyayangi kami semua dengan segala sifat kerendahan hatinya. Kini aku berusia 12 tahun, itu mengartikan bahwa kini aku sudah mulai beranjak dewasa. Aku bukanlah anak kecil yang lemah dan manja. Aku dapat belajar menghargai semua jeri payah yang telah diberikan Bunda kepada kami. Aku harus terus berjuang menghadapi cobaan yang selalu datang silir berganti kepadaku dan adik-adikku.
        Seandainya ibu mendengarku aku ingin berkata ”bunda, aku sangat mencintaimu melebihi apapun yang ada didunia ini, tetapi mengapa kau pergi begitu cepat dariku, aku belum sempat membahagiakan dirimu. Aku ingin menjadi yang terbaik dan dapat menjadi kebanggaanmu dalam setiap hal yang aku lakukan. Walaupun aku harus bekerja keras demi menghidupi kedua adikku, aku tak akan menyerah bun.. aku akan selalu meminta ridho darimu dalam setiap jalan yang akan ku ambil, walau kau kini telah tiada.”
        Walau kini kita tak bersama, aku akan selalu mencoba membanggakanmu, aku berjanji, aku akan menjadikan adik-adikku menjadi anak yang soleh dan solehah serta dapat berguna bagi bangsa dan negaranya kelak. Aku akan terus berusaha menghidupi mereka, walaupun aku harus menahan rasa lapar yang begitu menusuk kalbuku, aku rela mencurahnkan segalanya yang ada pada diriku untuk membahagiakan mereka. Aku akan menjadi seorang kakak yang baik untuk adik-adikku. Aku berjanji padamu, Bunda...
        

Cerpen - Pengorbanan dan Persahabatan




Pengorbanan dan Persahabatan



        Nur hasanah, itu lah namaku. Nama yang merupakan pemberian terakhir dari orang tuaku. Ya aku adalah seorang anak yang sudah tak lagi memiliki seorang ibu, ibuku meninggal dunia setelah beberapa saat melahirkanku ke dunia ini. Karena ibuku menderita kanker otak yang sangat membahayakan.
         Hari ini tanggal 2 juli, yang merupakan hari ulang tahunku yang ke 12 tahun tetapi apalah arti sebuah umur tanpa kehadiran seorang ibu yang telah melahirkan kita kedunia ini. ”ibu adalah seorang wanita yang memiliki hati yang terbuat dari cahaya, tatapan nya sungguh mempesona, senyumannya begitu manis dan wajahnya yang tertutup kerudung sungguh anggun mempesona” ujar ayah yang berusaha menenangkanku saat aku sedih dihari ulang tahunku. Dan aku hanya dapat tersenyum bahagia mendengar perkataan ayah ku . Tetapi tiap kali aku mengingat kata-kata tersebut air mataku langsung membasahi pipiku. Aku masih ingin merasakan kasih sayang seorang ibu yang tak pernah ku rasakan sebelumnya.
        Hari ini teman-temanku memberiku kejutan di hari ulang tahunku , mereka berkata ” Nur, kami tahu kok selama 12 tahun ini kamu belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu” ujar temanku sambil tersenyum menyemangatiku. Aku hanya dapat menjawab ” terima kasih kalian telah memberiku semangat untuk mengahadapi  kehidupan yang berat bagi anak seumurku ini, kalian adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki”.
Mendengar ucapan semangat yang diberikan para sahabatku, aku berusaha melupakan kesedihan itu. Dan kemudian aku menikmati acara ulang tahunku dengan melupakan kesedihan itu. Tetapi ditengah acara ulang tahunku itu, kepalaku mendadak sakit sekali dan dari hidungku mengeluarkan darah, walaupun begitu aku anggap itu bukan suatu masalah, aku tak ingin membuat teman-temanku serta ayahku menjadi khawatir kepadaku dan aku tak mau mengecewakan mereka.
        Hari-hari pun kulalui seperti biasa. Tetapi kini aku merasa aku sangat aneh, kepalaku benar-benar sakit dan tiap kali aku merasakannya aku langsung tak sadarkan diri. Waktu itu sedang dilaksanakan lomba pidato bahasa inggris, aku pun ditunjuk untuk mengikutinya. ” mari kita sambut peserta selanjutnya.... Nur Hasanah !.. ” ujar MC memanggil ku . Tetapi ketika aku sedang berpidato, tiba-tiba aku jatuh pingsan, degan sigapnya guru-guruku yang berada disekitar panggung pun segera membawaku ke rumah sakit.
        Setelah beberapa saat dirawat dirumah sakit, akupun perlahan –lahan tersadar dan kulihat disampingku hanya ada guruku. Lalu aku segera bertanya kepada bu Ely ”bu, mengapa aku bisa berada di rumah sakit ini ?” tanyaku sambil berusaha duduk. Tetapi bu Ely hanya tersenyum dan berkata ”sayang, tadi kamu pingsan waktu sedang berpidato disekolah, jadi ibu membawamu kesini”.jawab bu Ely yang merupakan guru bahasa inggrisku disekolah.
        Sejak saat itu aku merasa diriku ini benar-benar tak berdaya dan kini aku tak dapat bermain seperti teman-temanku yang lainnya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk memperiksakan diriku ke dokter, dengan ditemani sahabatku.     
” Indi , maukah kau menemaniku pergi ke dokter ?” tanyaku kepada salah seorang sahabatku. ” hah ???? ke dokter ?? memengnya kamu sakit apa ? ” jawab indi penasaran . Lalu aku pun segera menjawab ” tidak apa-apa indi , aku merasa badanku kurang enak saja ”. ” baiklah kan ku temani J ” ujar indi , mari kita pergi .
        Setibanya di rumah sakit , akupun mengambil nomor giliran untuk di periksa . Dan pada saat giliranku tiba , aku pun langsung masuk ke dalam ruang periksa . Lalu dokter pun segera bertanya kepadaku ”kenapa dik, orang tua kamu dimana, kok hanya ditemani sama temanmu ?” tanya dokter penasaran . Aku pun hanya tersenyum dan menjawab ”saya adalah anak yatim piatu dok, jadi saya hanya di temani oleh sahabat saya dok”. Jawabku sambil berbohong karena aku tak mau ayah ku tau .
        Saat dokter ingin memeriksaku, ia lalu berbicara kepadaku ”bolehkah temanmu untuk keluar sebentar ? ”, lalu indi langsung pergi mendengar permintaan dokter itu , aku pun hanya tersenyum melihatnya . Lalu dokter segera memeriksaku dan bertanya”apakah kamu sering merasakan pusing dan sering mimisan, dik ?”
”ia dok , tiap kali aku merasakan hal tersebut aku langsung tak sadarkan diri, memangnya aku sakit apa dok ?” jawabku dengan penasaran. ”kamu mengidap leo kimia yang telah menginjak stadium 3, dan itu sangat berbahaya sekali” jawab dokter kepadaku sambil menenangkan diriku yang langsung meneteskan air mata.
        Setibanya diluar sahabatku Indi, langsung bertanya kepadaku ”gimana hasilnya, kamu sakit apa ? mengapa kamu menangis?” tanya indi dengan penuh kecurugaan kepadaku. Aku langsung bercerita kepada indi ”kata dokter, aku mengidap penyakit leo kimia yang sudah menginajak stadium 3, berarti umurku sudah tak lama lagi, tetapi indi, aku mohon tolong jangan bilang ke ayahku dan yang lainnya ya, cukup hanya kamu yang mengetahuinya, aku percaya kepada kamu indi sahabatku”.
        Kini, pandangan mataku sudah mulai terganggu, rambut ku yang dulunya tebal kini hanyalah untaian tipis, wajahku yang pucat pasi berusaha ku samarkan dari pandangan ayahku yang mulai curiga denganku. Tetapi aku benar-benar tak mau kalau ayahku mengetahui aku sedang berusaha melawan penyakit yang terus menerus menggerogoti tubuhku ini. Aku ingin menjadi seorang wanita yang dapat kuat menjalani cobaan yang sangat berat ini. Aku ingin membahagiakan ayahku dan aku tak ingin membuatnya khawatir kepadaku, itulah sebab aku tak mau berterus terang mengenai penyakit ku ini.
        Tak terasa kini tubuhku semakin kurus, wajahku benar-benar pucat, dan kini aku sudah tak kuat lagi menjalani aktifitas-aktifitas ku yang biasa ku lakukan. Karena curiga dengan keadaanku yang sering dibawa ke UKS oleh teman-temanku, bu Eny bertanya kepadaku ”Nur, kamu kenapa sayang, sudah lama ibu tak melihatmu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah. Kenapa nak ? kamu sakit ?” tanya bu Eny dengan penasaran.
”aku tidak sakit bu, hanya saja aku sedang malas mengikuti kegiatan seperti itu, aku sedang ingin mencari ketenangan bu, maafkan aku ya bu... ” jawabku kepada bu Eny. Bu Eny hanya tersenyum melihatku.
        Aku akan selalu semangat menjalani hidup ini walaupun aku tahu umurku tak akan lama lagi, aku akan berterus terang kepada seluruh keluargaku tentang penyakit yang sedangku derita saat ini, walaupun ku tahu waktuku tak akan cukup untuk mengatakannya kepada mereka. tetapi aku masih belum siap untuk mengatakan kepada mereka karena aku benar-benar menyayangi mereka dan aku tak mau membuat mereka menjadi sedih karena terlalu mengkhawatirkan aku..
Andaikan mereka tahu, sesungguhnya aku tak ingin mereka mencemaskan diriku dan aku akan selau tersenyum kepada mereka  untuk menutupi penderitaan yang membuatku tersiksa. Aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk mereka. Apapun yang terjadi kepadaku aku akan berusaha tegar dalam melewatinya, demi ayah dan ibuku tercinta. Sahabatku, Indi selalu memberikan semangat hidup kepadaku, karena ia yakin kalau aku pasti dapat melawan penyakit yang terus-menerus menggerogoti tubuhku ini.
Ingin rasanya aku memeluknya dan mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. Tetapi kini, aku hanya terbaring di tempat tidur, aku sudah tak dapat menggerakkan anggota tubuhku lagi, rasanya bibir ini sudah tak dapat mengucapkan sebuah kata-kata lagi.
        Kini, hidupku sudah bergantung pada alat-alat medis kedokteran, tanpa bantuan dari alat-alat tersebut, aku sungguh tak berdaya sedikitpun. Indi, selalu berdoa disampingku, ia selalu berada disampingku, menurutku ia adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki, setidaknya sampai akhirnya aku menutup mata.