Memori yang Hilang
Zakia Prajani
Rabu, 11 September 2013
03:23 WIB.
Ide cerpen
berdasarkan berita VOA dengan bubuhan fiksi
Rumah sakit
“Dokter.....dokter......”
Teriak seseorang dari kamar pasien.
“Ada
apa Mary.....?” Sahut sang teman.
“Anne
ini suatu keajaiban....pasien kamar 1314 sadarkan diri....” Kata Mary sang
perawat itu girang.
“Ohya?
Cepat panggil dokter William....”
Perawat
Mary segera memanggil sang dokter.
----------
“Akhirnya
aku pulang kerumahku juga....” Sahutku.
Sudah
lama
aku tidak pulang ke Indonesia. Aku meneruskan kuliah di University of
Adelaide. Aku jarang sekali pulang kerumah itupun ayah dan bunda yang
selalu
kesini menjengukku tapi liburan kali ini aku akan memberi kejutan untuk
mereka.
“Ayah....bunda
Nessa pulang....” Teriakku tapi tak ada sahutan dari dalam.
“Ayah....bunda....”
Ucapku sekali lagi tapi tak ada sahutan juga.
Akhirnya
aku mencari kunci yang biasanya mereka tinggalkan di bawah pot bunga lili.
“Nah...ini
dia....” Akhirnya aku bisa membuka pintu ini.
Ketika
aku masuk rumah ini bau apek tercium dimana-mana. Aku menggerutu kenapa mereka
tidak membersihkan rumah ini. Sekali lagi aku memanggil mereka tapi tetap tak
ada sahutan begitu juga Bi Inah. Aku melihat keruang belakang juga tak ada
hingga akhirnya aku menemukan sepucuk surat dimeja makan. Aku membacanya
ternyata dari bunda.
Untuk Nessa.
Sayang,kami pergi keacara pernikahan anak Pak Burhan teman
ayah. Bi Inah pulang kampung. Kalau kamu lapar beli saja diluar. Bunda tidak
masak. Mungkin baru besok bunda dan ayah pulang jadi kamu hati-hati ya dirumah.
“Ya....bunda
ini. Masa anaknya datang ditinggal pergi...” Kesalku.
Ya
sudahlah....lebih baik aku membersihkan rumah ini dari sarang binatang. Tak
terasa sudah hampir dua jam aku membersihkan rumah ini dan tiba saatnya perutku
berbunyi karena bunda tidak menyiapkan makan akhirnya aku terpaksa membeli nasi
goreng didekat warung langganan bunda.
“Bang...nasi
gorengnya satu ya...” Kata pada penjualnya.
“Iya
Neng...tunggu sebentar ya....”
“Iya
Bang ngga apa-apa. Ohya Bang..kenal sama Pak Karim?” Tanyaku.
“Iya
kenal, Neng. Dia kan bapak saya...?”
“Ohya?
Terus kemana sekarang pak Karimnya kan biasanya bapak yang jual?”
“Bapak
sudah meninggal, Neng...”
“Masa?
Bukannya kemarin masih Pak Karim yang jual?”
“Ah...Neng
ini ada ada saja. Salah lihat mungkin,Neng...”
“Tapi
wajahnya sama,Bang...”
“Iya
ngga mungkin, Neng. Bapak saya sudah meninggal lama kok...”
“Iya
mungkin saya salah lihat. Ohya berapa, Bang....” Kataku saat penjualnya sudah
selesai.
“Tujuh
ribu neng...”
“Naik
ya, bang harga nasi gorengnya...” Kataku saat menyerahkan uang.
Si
penjual nasi goreng bingung.
“Terima
kasih ya, Bang...” Ucapku sambil melangkah pergi.
Rupanya nasi goreng ini rasanya lebih enak Pak Karim yang membuatnya. Aku heran
bukannya aku meninggalkan rumah selama tiga bulan begitu cepatnya nasi goreng
ini harganya naik. Beberapa bulan yang lalu aku beli masih empat ribu.
Mungkin penjualnya masih baru. Setelah selesai makan akupun segera membaringkan
tubuhku ditempat tidur.
“Ayah ...minggu depan Ananda pulang.”
“Iya sayang .....kami tunggu kedatanganmu”
Aku terbangun karena mimpi yang aneh. Tak terasa pagi sudah datang. Aku segera
mandi dan menonton berita sebelum mencari makan.
“Arif
sang tersangka penabrak lari yang menewaskan puluhan jiwa sepuluh tahun
yang lalu berhasil ditangkap....” Kata sang penyiar.
Aku
menyaksikan berita ini dengan serius.
“Kecelakaan
yang menewaskan seluruh korban Bus Patas sepuluh tahun yang lalu............”
Lanjut sang penyiar.
“Wah...wah...baru
tertangkap sekarang? Sepuluh tahun yang lalu aku masih SD” Batinku.
“Hari
ini aku akan makan apa ya? Untung masih ada sisa uang bulananku....”
Akhirnya
aku membeli makanan karena perutku sudah berbunyi saat aku menutup pagar aku
melihat semua orang memandangku aneh. Mungkin mereka baru melihat aku....
“Bu,beli
lauknya saja...” Kataku saat sampai diwarung depan sekolahku dulu.
“Berapa,
Neng...” Tanya sang ibu penjual.
“Lima
ratus saja,bu...”
“Dua
ribu saja ya,Neng. Sekarang ngga ada lauk lima ratus...” Sahut sang
penjual.
“Ya
ngga apa-apa,Bu...”
“Neng,tinggal
dimana kok baru kelihatan sekarang...” Tanya sang penjual.
“Dijalan
Mawar 20. Saya anaknya Pak Sungkono,Bu....”
Semua
orang terkejut mendengar perkataan Nessa.
Aneh...benar-benar aneh setiap orang disini. Baru saja aku tinggalkan tiga
bulan semua barang naik drastis dan yang lebih aneh semua orang saling berbisik
saat bertatapan denganku. Memang ada yang salah? Menjelang malam ayah dan bunda
belum juga datang. Aku kesepian lebih baik aku menelepon Ami. Teman sekolahku
tapi kok telepon ini tak berbunyi. Mungkin ayah belum membayarnya dari pada
kesepian lebih baik aku menonton saja. Tanpa terasa aku tertidur di ruang TV.
“Jangan pulang besok,nak. Cuaca masih kurang baik.....”
Aku terbangun lagi karena mimpi yang aneh. Didalam mimpi aku melihat seorang
ibu sedang menelepon anaknya memberi kabar agar kepulangannya ditunda.
“Sudah
jam lima pagi tapi ayah dan bunda belum juga datang. Kemana sih mereka?” Kataku
sebal.
Lebih baik aku meyegarkan tubuhku dengan air hangat. Saat aku mandi terdengar
suara dari dapur. Mungkin ayah dan bunda sudah datang. Ternyata benar itu
mereka.
“Bunda....kok
baru datang sekarang....”
Tidak
ada sahutan.
“Bunda...ditanya
kok diam. Sakit ya....”
Bunda
hanya mengangguk saja.
Akupun tak ambil pusing seperti biasa bunda diam kalau lagi sakit atau
bertengkar karena ayah.
“Bunda
,ayah dimana...?”
Bunda
hanya menunjuk kearah taman.
“Bunda
kalau lagi bertengkar dengan ayah tidak apa-apa tapi jangan Nessa didiamin gitu
dong...” Kesalku.
Sekali
lagi tidak ada sahutan.
“Ayah....Nessa
dari kemarin disini tapi kalian malah pergi sampai dua hari....” Kataku sambil
memeluk ayah dari belakang tapi tubuh ayah terasa dingin.
“Ayah
juga sakit ya...” Tanyaku.
Ayah
hanya tersenyum.
“Ayah
ditanya kok seperti bunda sih diam aja...”
“Jangan-jangan
kalian tengkar ya...”
Ayah
hanya menganngguk dan sekali lagi diam.
“Uh....kalian
ini diajak bicara ngga ada jawaban...” Gerutuku.
Dari pada aku sebal lebih baik aku jalan-jalan saja sambil berolah raga dipagi
hari. Udara dipedesaan lebih menyenangkan dari pada dikota besar. Saat aku
melewati sebuah rumah tempat tinggal Mimi teman baikku waktu kecil aku pun
mampir.
“Selamat
pagi.....” Sapaku.
“Iya...siapa
ya....?” Sahut orang dari dalam.
“Bu
Wijah ya...” Kataku.
“Iya...Neng
siapa ya...?”
“Ya
ampun ibu lupa sama saya...”
Bu
Wijah menatap Nessa penasaran.
“Saya
Nessa. Anaknya Pak Sungkono...”
Bu
Wijah menunjukkan wajah yang ketakutan.
“Kok
ibu diam saja.....”
“Ngga
mungkin....ini hanya mimpi....” Kata bu Wijah sambil masuk kedalam rumah dan
menutup pintu dengan keras.
“Siapa
Bu....” Tanya suara dari dalam rumah.
“Nes.....nes...nessa....,Mi...dia
kembali...”
Suara
piring terjatuh karena mereka semua terkejut melihat Nessa diluar.
Aku yang masih diluar mendengar pembicaraan mereka. Apa yang mereka maksud
Nessa kembali? Bukannya aku baru meninggalkan desa ini sudah hampir tiga bulan
yang lalu tapi mengapa mereka seakan-akan melihatku seperti hantu? Ada apa
denganku?
“Ayah....bunda...”
Panggilku setelah sampai rumah.
Tak
ada sahutan.
“Ayah...bunda
kalian dimana...?” Panggilku lagi tapi tetap tak ada sahutan.
“Uh...mereka
ini pergi lagi tapi tak ada pesan....” Keluhku
Merekapun
tidak meninggalkan makanan untukku. Ada apa dengan mereka? Semua serba aneh
disini. Ayah dan bunda saling berdiam diri. Mereka bahkan tak bicara sepatah
katapun.
“Lebih
baik aku tidur siang saja....daripada mikirin ayah dan bunda...”
“Nak,bunda mohon tunda dulu kepulanganmu. Bunda punya firasat
ngga enak...”
“Bunda,jangan tahayul. Ananda tidak bisa menunda karena tiket
sudah ditangan....”
“Tapi nak....tiket kan bisa dibeli lagi...”
“Sudahlah bunda. Ananda akan pulang besok....”
“Tapi bunda takut,nak...”
“Ngga usah takut,bunda. Pokoknya ananda tunggu dibandara besok
untuk dijemput...”
Aku
berkeringat dingin. Baru kali ini mimpiku jelas. Didalam mimpi aku melihat
bunda sedang menelepon dengan seseorang. Ananda? Siapakah dia? Apa aku
mengenalnya? Ayah dan bunda hanya mempunya satu anak saja. Yaitu hanya aku.
Siapa Ananda itu?
Sudah
satu jam aku tertidur dan perutku sudah bernyanyi untuk diisi. Saat aku membuka
tudung nasi ternyata tidak ada makanan. Bunda hanya duduk-duduk saja ditaman .
Mau tak mau aku harus membeli makan diluar karena bunda tidak masak sedangkan
ayah lagi pergi.
“Bunda....Nessa
beli makan dulu...”
Bunda
hanya mengangguk saja.
“Diam
lagi diam lagi....” Kesalku.
Karena
warung sebelah rumah tutup akhirnya aku mencari didepan sekolahku dulu.
Lagi-lagi semua orang melihatku aneh tapi aku hiraukan.
“Bu,nasi
sotonya satu...”
“Makan
sini atau bungkus,neng...?”
“Makan
sini saja,bu sama teh hangat....”
Aku
makan dengan lahap karena sejak pagi aku tak makan. Saat aku makan aku
mendengar pembicaraan bapak-bapak mengenai ketua RT kami.
“Jang,kamu
tahu pak RT kita. Pak Wijaya?” Ucap sang bapak.
“Iya
memang mengapa?”
“Beliau
selingkuh loh...?”
“Ah
masa?”
Pak
Wijaya? Bukannya RT desa ini pak Umar kok cepat sekali penggantiannya. Bukannya
masa jabatannya masih lama?
“Berapa,
Bu?” Tanyaku selesai makan.
“Sepuluh
ribu,Neng...”
Aku
merogoh uang dikantung celanaku dan memberi uang kepada penjualnya.
“Pak,bukannya
RT desa ini Pak Umar...?” Tanyaku pada bapak disampingku sebelum pergi.
“Pak
Umar? Ya bukan, Neng. Kan sudah diganti?” Jawabnya sambil menatapku aneh.
Ya
ampun mengapa aku baru pergi tiga bulan semua sudah berubah. Harga seporsi soto
yang tiga bulan lalu masih dua ribu sekarang malah naik drastis dan pak RT yang
sudah diganti. Aku penasaraan dengan ini semua. Lebih baik aku tanya bunda
saja....
“Bunda....ada
dimana?” Teriakku dari luar.
Tapi
tak ada sahutan.
“Bunda...dimana
sih?”
Tetap
tak ada sahutan.
Tok...tok.....
Ada
ketukan dari luar dan aku segera membuka pintu ternyata Bu Wijah dan warga yang
lain.
“Ada
apa ya.... Ayah dan bunda saya tidak ada dirumah sekarang...?”
“Apakah
anda anaknya pak Sungkono?” Tanya Pak RT.
“Iya
Pak. Benar.....Ada apa ya, Pak?”
“Anda
itu Ananda ya...?”
“Bukan
saya bukan Ananda tapi Nessa....”
“Kami
yakin anda itu Ananda...?”
“Pak
saya itu Nessa bukan Ananda. Mungkin bapak dan ibu salah orang?”
“Ngga
kami tidak mungkin salah orang....anda itu Nessa Ananda Sungkono kan...”
“Iya
betul itu nama saya...”
“Ya
ampun ternyata kamu masih hidup,Nak..?” Sahut Bu Wijah.
“Masih
hidup? Maksud bapak ibu apa?”
“Kamu
ngga ingat kejadian yang menimpa kamu,nak?” Tanya Pak RT.
“Kejadian
apa ya....?”
“Nak,sepuluh
tahun yang lalu kamu dinyatakan hilang dalam kecelakaan.....”
“Kecelakaan?
Sepuluh tahun yang lalu? Tunggu.....maksudnya apa? Saya tidak tahu....”
“Tunggu
ayah dan bunda pulang saja. Biar bapak dan ibu bisa tahu bahwa saya baru pergi
dari desa ini tiga bulan lalu?” Lanjutku kesal.
“Nak,mungkin
kamu mendengar kecelakaan yang penabraknya baru tertangkap
sekarang...........?” Kata Pak RT.
“Iya
saya baru melihatnya kemarin lusa tapi apa hubungan dengan ini semua?”
“Penumpang
yang tewas salah satunya adalah orangtuamu waktu mereka menjemputmu karena
mereka mendengar ada tabrakan pesawat tapi mereka tewas ditengah
perjalanan....” Jelas sang RT.
“Itu
tak mungkin Pak...Tadi pagi mereka masih disini...lagipula orangtua saya tak
mungkin naik bis menjemput saya?”
“Memang
mereka tidak naik bis tapi mereka naik mobil. Dipersimpangan jalan ada bis yang
mau belok sedangkan mobil yang dikendarai ayahmu didepan tapi tiba-tiba ada
sebuah truk yang lewat ditengah jalan dan terjadilah kecelakaan itu. Semua
penumpang bis itu terbalik dan mobil ayahmu jatuh kesungai...”
“Ah......itu
tak mungkin. Kalian pasti bercanda” Kataku tak percaya.
“Itu
benar,nak. Mereka pergi dengan tergesa-gesa mendengar pesawat yang kamu
tumpangi mengalami kecelakaan sepuluh tahun yang lalu...”
“Itu
tak mungkin. Aku tak percaya...ini semua bohong. Lebih baik kalian pergi...”
Kataku sambil menutup pintu.
Aku
segera berlari kekamarku dan menangis karena aku tak percaya ini semua.
Bukannya aku baru pergi tiga bulan lalu? Aku sadar bahwa ada bukti yang
membenarkan ini semua. Surat yang ditinggalkan bunda. Aku membacanya kembali
tapi aku terkejut.
Untuk Nessa
22 Februari 2000
Sayang,kami pergi keacara pernikahan anak Pak Burhan teman
ayah. Bi Inah pulang kampung. Kalau kamu lapar beli saja diluar. Bunda tidak
masak. Mungkin baru besok bunda dan ayah pulang jadi kamu hati-hati ya dirumah.
Akupun
segera berlari seperti kesetanan. Aku ingin membuktikan bahwa mereka salah. Aku
akan bertanya setiap orang dijalan. Tahun berapakah sekarang? Dan mereka semua
menjawab bahwa sekarang adalah tahun 2010. Aku menangis....kalau sekarang
tahun 2010 kemana aku sepuluh tahun yang lalu? Tiba-tiba aku teringat aku
pernah ada dirumah sakit aku segera berlari kesana.
“Suster...masih
ingat dengan saya...?” Tanyaku saat sampai seperti orang kesetanan.
“Iya
tentu semua orang disini mengenal anda?” Sahut suster Mary.
“Suster
tolong katakan padaku...sekarang tahun berapa?”
“Mbak,sekarang
tahun 2010”
“Itu
tak mungkin....”
“Itu
mungkin saja mbak karena mbak mengalami koma sepuluh tahun karena
kecelakaan....”
“Koma?
Jadi selama sepuluh tahun ini aku koma?”
“Iya
mbak. Selama sepuluh tahun ini mbak ada dirumah sakit dan tidak ada satupun
keluarga yang menjenguk...”
“Kalau
saya mengalami koma mengapa nyawa saya masih dipertahankan...”Isakku.
“Mbak,ngga
boleh berkata seperti itu. Kami tidak bisa melakukannya karena kondisi jantung
mbak masih baik waktu itu jadi kami tidak bisa melakukan itu...” Kata suster
Mary memeluk Nessa.
“Buat
apa saya harus hidup kalau saya harus kehilangan kedua orangtua saya?” Aku
menangis.
“Yang
sabar ya mbak...” Sekali lagi suster Mary memeluk Nessa.
Tiba-tiba
aku teringat dengan kejadian itu dan mimpi yang aku alami. Aku ingat bunda
meneleponku untuk menunda kepulanganku ke Indonesia tapi aku membantahnya dan
mengapa semua orang memandangku aneh. Aku jadi sadar mengapa ayah dan bunda
yang aku temui hanya berdiam dan berwajah pucat juga dingin ternyata mereka
sudah meninggal. Aku jatuh tersungkur dan menangis. Andai saja aku mendengar
perkataan bunda. Aku menyesal.....
------------