Sebab hatiku bukan kayu
Melainkan langit yang
maha luas
Namun kau harus tahu,
Langit pun pernah
Menangis
Malam ini aku rindu
Benar
Aku benar benar rindu
Merindukanmu adalah
kebenaran yang tak menyenangkan
Aku sadari itu
Baiknya aku pergi dengan
kehilangan yang sewajarnya saja
Karena aku sudah berani
untuk datang
Maka aku pun harus benari
untuk pergi
Secangkir sedu kutitipkan
Pada tetes terakhir air
matamu
Tugasku selesai
Untuk berada dalam setiap
inchi hangatmu
“Dalam tiap hela nafasmu dari pulau disebrang sana yang
membangunkanku dalam sepertiga malam, tenanglah. Aku baik-baik saja, aku akan
belajar untuk kuat. Kuat sepertimu, Ibu.”
....
Hari
ini, tepat, setahun yang lalu, dengan hati yang ragu dan penuh harap, aku
mencium tanganmu. Kau mendoakanku untuk hal yang aku dapatkan hari ini. Dan di
bulan ini, aku berkata aku akan menjadi bagian dari hal yang kujalani hari ini.
Sang Maha Mendengar, Sang Maha Mengabulkan Doa, menjawab doamu, Ibu.
(23 September 2015, Tes
Psikotes PPA BCA)