Jumat, 14 Mei 2010

Cerpen - Pengorbanan dan Persahabatan




Pengorbanan dan Persahabatan



        Nur hasanah, itu lah namaku. Nama yang merupakan pemberian terakhir dari orang tuaku. Ya aku adalah seorang anak yang sudah tak lagi memiliki seorang ibu, ibuku meninggal dunia setelah beberapa saat melahirkanku ke dunia ini. Karena ibuku menderita kanker otak yang sangat membahayakan.
         Hari ini tanggal 2 juli, yang merupakan hari ulang tahunku yang ke 12 tahun tetapi apalah arti sebuah umur tanpa kehadiran seorang ibu yang telah melahirkan kita kedunia ini. ”ibu adalah seorang wanita yang memiliki hati yang terbuat dari cahaya, tatapan nya sungguh mempesona, senyumannya begitu manis dan wajahnya yang tertutup kerudung sungguh anggun mempesona” ujar ayah yang berusaha menenangkanku saat aku sedih dihari ulang tahunku. Dan aku hanya dapat tersenyum bahagia mendengar perkataan ayah ku . Tetapi tiap kali aku mengingat kata-kata tersebut air mataku langsung membasahi pipiku. Aku masih ingin merasakan kasih sayang seorang ibu yang tak pernah ku rasakan sebelumnya.
        Hari ini teman-temanku memberiku kejutan di hari ulang tahunku , mereka berkata ” Nur, kami tahu kok selama 12 tahun ini kamu belum pernah merasakan kasih sayang seorang ibu” ujar temanku sambil tersenyum menyemangatiku. Aku hanya dapat menjawab ” terima kasih kalian telah memberiku semangat untuk mengahadapi  kehidupan yang berat bagi anak seumurku ini, kalian adalah sahabat terbaik yang pernah aku miliki”.
Mendengar ucapan semangat yang diberikan para sahabatku, aku berusaha melupakan kesedihan itu. Dan kemudian aku menikmati acara ulang tahunku dengan melupakan kesedihan itu. Tetapi ditengah acara ulang tahunku itu, kepalaku mendadak sakit sekali dan dari hidungku mengeluarkan darah, walaupun begitu aku anggap itu bukan suatu masalah, aku tak ingin membuat teman-temanku serta ayahku menjadi khawatir kepadaku dan aku tak mau mengecewakan mereka.
        Hari-hari pun kulalui seperti biasa. Tetapi kini aku merasa aku sangat aneh, kepalaku benar-benar sakit dan tiap kali aku merasakannya aku langsung tak sadarkan diri. Waktu itu sedang dilaksanakan lomba pidato bahasa inggris, aku pun ditunjuk untuk mengikutinya. ” mari kita sambut peserta selanjutnya.... Nur Hasanah !.. ” ujar MC memanggil ku . Tetapi ketika aku sedang berpidato, tiba-tiba aku jatuh pingsan, degan sigapnya guru-guruku yang berada disekitar panggung pun segera membawaku ke rumah sakit.
        Setelah beberapa saat dirawat dirumah sakit, akupun perlahan –lahan tersadar dan kulihat disampingku hanya ada guruku. Lalu aku segera bertanya kepada bu Ely ”bu, mengapa aku bisa berada di rumah sakit ini ?” tanyaku sambil berusaha duduk. Tetapi bu Ely hanya tersenyum dan berkata ”sayang, tadi kamu pingsan waktu sedang berpidato disekolah, jadi ibu membawamu kesini”.jawab bu Ely yang merupakan guru bahasa inggrisku disekolah.
        Sejak saat itu aku merasa diriku ini benar-benar tak berdaya dan kini aku tak dapat bermain seperti teman-temanku yang lainnya. Akhirnya aku memberanikan diri untuk memperiksakan diriku ke dokter, dengan ditemani sahabatku.     
” Indi , maukah kau menemaniku pergi ke dokter ?” tanyaku kepada salah seorang sahabatku. ” hah ???? ke dokter ?? memengnya kamu sakit apa ? ” jawab indi penasaran . Lalu aku pun segera menjawab ” tidak apa-apa indi , aku merasa badanku kurang enak saja ”. ” baiklah kan ku temani J ” ujar indi , mari kita pergi .
        Setibanya di rumah sakit , akupun mengambil nomor giliran untuk di periksa . Dan pada saat giliranku tiba , aku pun langsung masuk ke dalam ruang periksa . Lalu dokter pun segera bertanya kepadaku ”kenapa dik, orang tua kamu dimana, kok hanya ditemani sama temanmu ?” tanya dokter penasaran . Aku pun hanya tersenyum dan menjawab ”saya adalah anak yatim piatu dok, jadi saya hanya di temani oleh sahabat saya dok”. Jawabku sambil berbohong karena aku tak mau ayah ku tau .
        Saat dokter ingin memeriksaku, ia lalu berbicara kepadaku ”bolehkah temanmu untuk keluar sebentar ? ”, lalu indi langsung pergi mendengar permintaan dokter itu , aku pun hanya tersenyum melihatnya . Lalu dokter segera memeriksaku dan bertanya”apakah kamu sering merasakan pusing dan sering mimisan, dik ?”
”ia dok , tiap kali aku merasakan hal tersebut aku langsung tak sadarkan diri, memangnya aku sakit apa dok ?” jawabku dengan penasaran. ”kamu mengidap leo kimia yang telah menginjak stadium 3, dan itu sangat berbahaya sekali” jawab dokter kepadaku sambil menenangkan diriku yang langsung meneteskan air mata.
        Setibanya diluar sahabatku Indi, langsung bertanya kepadaku ”gimana hasilnya, kamu sakit apa ? mengapa kamu menangis?” tanya indi dengan penuh kecurugaan kepadaku. Aku langsung bercerita kepada indi ”kata dokter, aku mengidap penyakit leo kimia yang sudah menginajak stadium 3, berarti umurku sudah tak lama lagi, tetapi indi, aku mohon tolong jangan bilang ke ayahku dan yang lainnya ya, cukup hanya kamu yang mengetahuinya, aku percaya kepada kamu indi sahabatku”.
        Kini, pandangan mataku sudah mulai terganggu, rambut ku yang dulunya tebal kini hanyalah untaian tipis, wajahku yang pucat pasi berusaha ku samarkan dari pandangan ayahku yang mulai curiga denganku. Tetapi aku benar-benar tak mau kalau ayahku mengetahui aku sedang berusaha melawan penyakit yang terus menerus menggerogoti tubuhku ini. Aku ingin menjadi seorang wanita yang dapat kuat menjalani cobaan yang sangat berat ini. Aku ingin membahagiakan ayahku dan aku tak ingin membuatnya khawatir kepadaku, itulah sebab aku tak mau berterus terang mengenai penyakit ku ini.
        Tak terasa kini tubuhku semakin kurus, wajahku benar-benar pucat, dan kini aku sudah tak kuat lagi menjalani aktifitas-aktifitas ku yang biasa ku lakukan. Karena curiga dengan keadaanku yang sering dibawa ke UKS oleh teman-temanku, bu Eny bertanya kepadaku ”Nur, kamu kenapa sayang, sudah lama ibu tak melihatmu mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan sekolah. Kenapa nak ? kamu sakit ?” tanya bu Eny dengan penasaran.
”aku tidak sakit bu, hanya saja aku sedang malas mengikuti kegiatan seperti itu, aku sedang ingin mencari ketenangan bu, maafkan aku ya bu... ” jawabku kepada bu Eny. Bu Eny hanya tersenyum melihatku.
        Aku akan selalu semangat menjalani hidup ini walaupun aku tahu umurku tak akan lama lagi, aku akan berterus terang kepada seluruh keluargaku tentang penyakit yang sedangku derita saat ini, walaupun ku tahu waktuku tak akan cukup untuk mengatakannya kepada mereka. tetapi aku masih belum siap untuk mengatakan kepada mereka karena aku benar-benar menyayangi mereka dan aku tak mau membuat mereka menjadi sedih karena terlalu mengkhawatirkan aku..
Andaikan mereka tahu, sesungguhnya aku tak ingin mereka mencemaskan diriku dan aku akan selau tersenyum kepada mereka  untuk menutupi penderitaan yang membuatku tersiksa. Aku akan selalu berusaha menjadi yang terbaik untuk mereka. Apapun yang terjadi kepadaku aku akan berusaha tegar dalam melewatinya, demi ayah dan ibuku tercinta. Sahabatku, Indi selalu memberikan semangat hidup kepadaku, karena ia yakin kalau aku pasti dapat melawan penyakit yang terus-menerus menggerogoti tubuhku ini.
Ingin rasanya aku memeluknya dan mengucapkan banyak terima kasih kepadanya. Tetapi kini, aku hanya terbaring di tempat tidur, aku sudah tak dapat menggerakkan anggota tubuhku lagi, rasanya bibir ini sudah tak dapat mengucapkan sebuah kata-kata lagi.
        Kini, hidupku sudah bergantung pada alat-alat medis kedokteran, tanpa bantuan dari alat-alat tersebut, aku sungguh tak berdaya sedikitpun. Indi, selalu berdoa disampingku, ia selalu berada disampingku, menurutku ia adalah sahabat terbaik yang pernah kumiliki, setidaknya sampai akhirnya aku menutup mata.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar