Sabtu, 07 Agustus 2010

Fanfiction - Blade of my heart



Blade of my Heart

-Title     : blade of my heart
-Genre   : sad  

-Author : Zakia Prajani


-Cast     : - Park sun young a.k.a Me
               - Siwon a.k.a Choi Siwon.
               - lee teuk a.k.a Park jung soo

Note : mian kalo gaje, hehee ini ff pertama saya..
          OK, happy reading.. and don’t forget to give your coment !

Siwon POV
……………………………………………………………………………………………………………………….  
Matahari telah kembali ke peraduan. Menyisakan warna kuning dimega luas seiring gerakan bangau yang menukik ke bumi. Untuk kembali kesarang, bertemu sanak keluarganya. Setelah seharian terbang mencari mangsa.
Dari kejauhan nyaring terdengar lantunan suara anak-anak kecil yang sedang bermain air. Tersenyum bahagia penuh keceriaan. Tak ada beban yang terlihat dari sucinya wajah-wajah mungil tersebut. Bergandeng tangan, tanda harumnya persahabatan. Semuanya bersorak ria melihat seeokor ikan kecil mendekati mereka.
Ditempat yang lain, aku duduk termenung memandangi hamparan lautan yang diselingi dengan terbenamnya mentari sore. Indah dan memukau. Sungguh, rasanya aku ingin terbenam dan larut bersamanya. Tetapi tak berselang terlalu lama, hilang sudah keindahan tersebut. Terbenam dan terhapus oleh deburan ombak yang membentur bebatuan karang dipinggir pantai. Tergantikan sudah oleh cahaya rembulan yang gemerlap.
Begitupun layaknya senyumku yang sendari tadi memandanginya dengan penuh harap. Mengapa keindahan alam ini hanya untuk sesaat ? mengapa pula kehidupan ini hanya menunggu untuk kembali kepada Sang Khalik ?.
 Sejenak aku terdiam. Tanpa kusadari luluh pula deraian air mata dipipiku. Deburan ombak yang kini mulai pasang, membentur kaki-kakiku yang ikut bergerak seirama dengan alunan ombak.
Hatiku mulai perih. Cahaya yang dipancarkan bulan dan bintang yang berada tepat diatasku, mengingatkan aku akan suatu hal yang mengusik hidupku. Cahaya terang itu, sama sekali tidak mengindahkan hatiku yang semakin memilu.
Aku teringat akan pedihnya goresan hidupku. Aku bagaikan seorang manusia yang terbuang dari kelompoknya. Hidup sendiri tanpa ada yang memperdulikan. Ya tak ada seorangpun. Hidupku seolah-olah tak memiliki arti lagi. Rasanya ingin mati saja dari pada harus menanggung semua beban ini.
Aku adalah seorang anak bungsu dari dua bersaudara, Appa dan Ummaku telah pergi untuk berpisah alam denganku. sedangkan, Kakak ku, sun young, tengah menimba ilmu kedokterannya di luar negeri. Ia adalah dokter yang hebat.
        Walaupun kakakku seorang dokter yang handal, tetapi aku yakin ia tidak akan mengetahui penyakit apa yang sedang aku derita saat ini. ya, aku adalah satu dari sekian banyak orang yang terifeksi kanker sel darah putih atau yang lebih akrab dengan Leukemia.
        Aku sengaja merahasiakan semua ini pada kakakku sejak dua tahun belakangan. Tepatnya sebelum kakakku pergi ke USA untuk mengikuti program pertukaran dokter diluar negeri. Ia adalah seorang dokter yang sangat pintar, cermat, dan juga cerdik dalam menganalisa sebuah penyakit.
        Semua kesedihanku dimulai sejak malam itu. Ya malam itu. Malam ke 28 dari kepergian kedua orang tuaku. Malam itu, aku merasakan sesuatu yang menganjal didalam tubuhku. Rasanya berat sekali untuk mengutarakannya. Rasa sakit yang aku rasa sangat menusuk tubuhku hingga ke sum sum terdalam tulangku.
        Awalnya aku enggan memeriksakan keadaanku ke dokter. Namun, lama kelamaan sakit ini semakin menyiksaku. Akhirnya kuberanikan diri untuk melakukan pemeriksaan ke dokter.  
Dan Betapa terkejutnya aku ketika mendapati dokter yang berbica mengenai penyakit yang sedang aku derita. Aku ingat betul perkataannya. Hari itu dokter memberikan hasil pemeriksaannya tepat dihadapan wajahku. ”hmm... apa ini dok ? saya tidak kenapa-napa kan ?” tanyaku pelan. ”sungguh.. saya sangat menyesal untuk mengutarakannya.” ujar Dokter lee teuk  yang terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya, membuka kaca matanya, dan pergi kesudut utara ruang periksanya. Aku bingung menanggapi bahasa tubuhnya itu.
Tiba-tiba ia mendekatiku dan menepuk bahuku. ”coba anda perhatikan hasil pemeriksaan ini.” ujarnya lembut. Akupun menatap hamparan kertas putih yang bertuliskan bermacam-macam bahasa kedokteran tersebut, dalam hatiku aku tak mengerti akan maksud dari kertas tersebut, tetapi aku sungguh terkejut ketika dokter mulai menerangkannya padaku. ”bisa anda lihat disini, ini adalah nominal banyaknya sel darah putih yang mulai menjalar keseluruh tubuh anda. Bisa dikatakan anda menderita kanker sel darah putih atau Leukemia. ” ujarnya lirih sambil terus memandangi wajahku. Entah apa yang sedang ia pikirkan.
Hatiku serasa remuk mendengar ucapannya.  Derasnya air mata langsung membanjiri pelipis mataku. Tak kuat aku membendungnya. Perih, pedih, menyakitkan, dan menyedihkan, berbaur menjadi satu dengan beningnya air mataku. Kutarik hasil pemeriksaanku yang berada tepat didepanku, lalu aku berlari secepat mungkin tanpa memikirkan sosok dokter yang sendari tadi hanya memperhatikan tingkahku yang aneh.
Sesampainya dirumah, bergegas aku memasukki kamar. Ku lontar kan begitu saja kertas-kertas itu diatas meja belajar kakakku. Aku menjerit dan menangis sejadi-jadinya. Selalu kucoba usaikan tangis ini, tetapi selalu tak bisa. Bagaikan tamparan keji yang terlontar dibenakku. Sakit.
Mulai lah ku coba tenangkan pikirku akan hal tadi. Kuambil dan mulai kurapikan helai-demi helai kertas yang berserakkan dimeja belajar kakaku. Tak sengaja aku melihat sebuah buku tebal yang bertuliskan ”the secret between LEUKEMIA” .
Mataku hanya tertuju tanpa kedipan pada seonggok buku tebal tersebut. Kuambil dan segera ku baca. Lagi dan lagi, air mataku membasahi lembaran buku tersebut, ketika tertuliskan   leukemia patients would not be likely to survive longer than two or three years from this disease. Because the causes of the disease which is one of the 10 most deadly diseases in this world, have not been found”. (”penderita penyakit leukemia tidak akan mungkin dapat bertahan hidup lebih lama dari dua-tiga tahun sejak menderita penyakit ini. Karena penyebab akan penyakit yang termasuk salah satu dari 10 penyakit paling mematikan didunia ini, sama sekali belum ditemukan.”)
        Benakku bagaikan tertujah oleh tajamnya rinjau pisau. Badanku serasa lemas sekali, pandanganku buram, dan kepalaku sungguh sakit. Aku tergoleh lemas diatas tempat tidurku yang berdecit ketika aku terbaring diatasnya. Aku tak tahu apa lagi yang akan terjadi berikutnya.
        Bingung menguasai pikir, sakit menguras keringat, air mata  menderai deras, sedih merasuk kalbu, suntuk membakar mata, perih menusuk tulang, bibirku bergetar, tanganku lemas, badanku panas, pahit menguasai mulut, pucat pasi merajalela,  pikirku bungkam, jantungku berdetak kencang, darah mulai mengucur dari hidungku. Akupun bagaikan terperosok dalam penderitaan.
        Tetapi seketika, semua kembali normal. Entah apa yang aku alami barusan. Hanya kicauan burung yang bertengger tepat didepan kamarku yang memberikan aku semangat. Kesunyianpun semakin meluluhkan niatku untuk mengabarkan hal ini pada onnieku. ”ah.. pasti ia akan sangat kuatir jika aku menelponnya.. aku tidak akan mau membuat dia menghawatirkan aku.. biarkan dia belajar dengan tenang di sana. ” gumamku dalam hati.
...........................................................................................................................

        Dua tahun sudah aku bertahan hidup demi kakakku seorang. Selama dua tahun pula aku menjalani Scemo theraphy demi menyangkal lebih banyak sel darah putih yang kini sudah hampir membuatku kewalahan.
        ”Kriiiiiiiiiing.. kriiiiiiiiiing..” tiba-tiba ponselku berbunyi ketika aku sedang menjalani terapi dirumah sakit. ”aa’ a’ a..nyeong.. ?” jawabku dengan perlahan, sambil menahan sakit. ”saeng ? kamu kenapa, kok suaranya lirih banget ?” balas orang disebrang tersebut. ”ha ? ini onnie sun ya ? apa kabar onn ?” lontarku tanpa menjawab pertanyaan yang ia lontarkan padaku. ”hahaha iya.. ini aku.. eh, kau bisa jemput aku dibandara sekarang ?” tambah Kakakku. ”jadi kau sudah sampai di Seoul ? waaa..h pasti aku segera kesana !.. ” ucapku girang.
        Setelah percakapan kami selesai, akupun memutuskan untuk menyingkat waktu terapi dari pada biasanya, untung saja dokter mengizinkanku. Segera lah aku menuju kamar mandi lelaki yang tak jauh dari ruang terapi. Aku berkaca-kaca sejenak. Ku lihat helai-demi helai rambutku mulai rontok, wahku pun terlihat semakin pucat, apa lagi dengan badanku, sudah dapat dikatakan  sebagai rangkaian tulang yang hanya terbalut oleh kulit.
        Akhirnya setelah menempuh perjalanan sekitar 13 km, aku sampai dibandara. Terlihat dari kejauhan seseorang yang berbadan tegap dengan rambut yang terurai indah, tengah kebingungan mencari sesuatu. Aku tertawa kecil melihat tingkah nya.  kutemui dia. Ia pun tersenyum padaku, kami saling berpeluk erat.
        Kami saling bercakap-cakap dengan riang. Sampai akhirnya kami sampai dirumah. ”waaah.. rumah ini masih sama ya seperti dulu, kamu memang dongsaengku yang paling rajin ! lihat saja, kamu pandai sekali merawat bunga milik onnie ini !.” ucapnya sambil mengelus-elus kepalaku. ”hahahha onnie ini bisa aja!” jawabku santai. Tetapi aku terteguk tegang, melihat kakakku yang kebingungan karena rambutku merontok ditangannya.
        ”kamu sakit ya ?” tanya onnie sun. ”ga kok onn.. Cuma salah shampo.. heheh”bantahku. ”benar ? ” tanya nya lagi. ”iya onnieku sayang.. yaudah ayo masuk kerumah !” tambahku.
        Aku terus memperhatikan kakakku, sendari tadi ia sibuk dengan barang-barangnya. Ia sama sekali tidak mencuriagai keadaanku ini. akupun dapat bernafas lega, walaupun aku sedang merasa sakit, aku harus terus memberikannya senyuman manisku. Dan malam itu aku tertidur dengan lelapnya. 

        Pagi ini, ketika aku terbangun dari tidurku, aku tengah mendapati onnieku sedang mengecup keningku. Ia terlihat sangat sedih. Tetapi ketika aku bertanya, ia hanya tersenyum padaku.
”Hatiku mulai gundah dengan perlakukan beliau padaku, entah apa yang ia tututpi dariku, mengapa ia sangat menjagaku akhir-akhir ini ? atau jangan-jangan ia telah mengetahui semuanya ? ah.. tidak ! pasti ia hanya kangen padaku, kita kan suah 2 tahun tidak bertemu.” pikirku dalam hati.
        Hari ini, aku hendak membuatkan sebuah makanan kesukaan kakakku, kimchi.walaupun aku seorang lelaki tetapi masakkanku tak kalah dengan masakkan wanita pada umunya. Aku yakin ia sangat merindukan makanan ini. ”Uuu’gh... a’ aaa...u’.. sakiiit !” tiba-tiba sakit itu menhampiriku kembali. Rasanya sakit sekali. Aku tak tahan lagi dengan rasa ini, sampai akhirnya aku tak sadarkan diri.
        Seketika, Aku terbangun. Aku bingung dimana aku sekarang ? semuanya berwarna putih. Terang. Kudapati banyak sekali selang-selang yang melekat di sekujur tubuhku. Hidungku serasa dipaksa untuk menghirup udara yang dipompakan sebuah alat. Perih sekali. Tetapi nafasku langsung tersengal-sengal ketika aku mencoba membuka alat itu dari hidungku. Mau tak mau aku harus memakainya.” Aku tahu sekarang, aku pasti sedang berada dirumah sakit” gumamku.
        Tiba-tiba seseorang menghampiriku. Pandanganku memburam. Ia sungguh tak jelas. Tetapi dari pakaiannya, ia terlihat seperti seorang dokter. Ya dokter. ”jangan dibuka, jagi.. keadaan kamu sungguh kronis. Pakailah alat itu sebagai penopang hidupmu sementara.” ujarnya. ”ini onnie sun kan ? onn, a... a..ak..aku..aah !” rintihku ketika sedang mencoba bangun dari tidur dan mengutarakan semua. ”udah ga usah dipaksa sayang, ne ini onnie. onnie udah tau semuanya dari hasil chek up mu yang tak sengaja kau taru dimeja belajar kakak. Maaf kakak tidak mengetahui semuanya. Sekarang kamu berada di ruang ICU, keadaanmu sungguh lemah, kakak terpaksa memasangkan alat-alat itu pada tubuhmu.” tambah kakak dengan nada yang sedikir melirih sembari mengecup keningku.
        Pertumpahan air mata kami pecah seketika. Semuanya menjadi sirna karena penyakit ini.kedua tanganku dihiassi oleh jarum infus dan darah. Badanku dilekatkan oleh kabel-kabel yang tak terhitung jumlahnya. Wajahku dipaksakan untuk menghirup oksigen dari sebuah tabung. Bahkan jariku tak dapat kugerakkan kembali, karena kini ia turut dipasangkan sebuah alat pendeteksi nadi. Terlihat sebuah monitor kecil yang terus berdenyit menghitung kuatnya nadiku. Entah sampai kapan aku harus begini.
        ”besok kamu akan menjalani pencucian darah untuk mengantisipasi sel darah putih yang semakin meluas hingga ke jaringan otakmu. Istirahat lah !.” ujar kakak sambil menitiskan air mata dan langsung keluar dari ruangan kecil ini. aku tak dapat membalas perkataannya, semuanya menjadi bungkam. Semuanya lemas tak berdaya. Untuk membuka mata saja rasanya berat sekali.
        Kini, sudah terhitung genap 10 hari aku dirawat diruangan sempit ini. air mata. Ya selalu air mata. Membasahi ranjang dan pipiku yang mulai memerah. Rasa sakit itu selalu menghantuiku. Apalah yang akan aku lakukan demi mengatasinya. Bahkan seorang dokter handal seperti onnieku pun tak mampu mendeteksi obat untuk penyakitku.
        ”onnie, sakit.. sakit sekali... aku mohon onn, lepaskan alat bantu ini. ikhlaskan kepergianku. Ini sudah waktunya, kak.” rintihku dalam hati. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Mulutku bungkam oleh oksigen ini. tetapi tanpa aku sangka, onnie mengahmpiriku dan berkata. ”siwon saeng, kamu pasti sembuh ! semangat yah jagi ! onnie sudah menemukan obat untukmu. Tenanglah jagi.” lontar kakakku. Aku mencoba membuka tabung oksigen, dan berkata. ”onn, aku ini juga seorang mahasiswa kedokteran, walaupun aku masih menginjak semester awal, aku mengetahui seluk-beluk penyakitku ini. leukemia, mustahil untuk disembuhkan. Cuci darah saja tak akan membantu.”
        Sejenak onnie bungkam. Ia terus memandangiku sampai akhirnya aku tak tahan lagi untuk bertahan. Aku menghembusakn nafas terakhirku tepat dihadapannya. Rasanya lega sekali, walau harus menanggung sara.
...........................................................................................................................
Sun young POV

        Aku menangasisi raga dongsaengku yang terbujur tak berdaya. Telah kucoba menggerahkan seluruh kemampuanku untuk menolongnya. Tetapi, ia tak terselamatkan. Aku merasa hidupku kini benar-benar hampa tak berdaya. Tak ada lagi yang menemaniku disaat sedih seperti ini. semuanya hilang oleh renggutan penyakit itu.  Andai aku dapat memilih, pastilah aku akan ikut bersamanya bertemu appa dan umma kembali kesurga sana.
        Kini aku merasa bagaikan seorang dokter yang tak berguna sama sekali !. semuanya telah pergi meninggalkan aku sendiri disini. ”tuhan, mengapa engkau berikan cobaan ini padaku seorang ? mengapa bukan aku saja yang meninggal, mengapaharus dongsaeng yang sangat aku cintai ?” do’aku disela tangis. 
        Tak sanggup rasanya aku menghantarkan jenazah adikku ke peristirahatan terakhirnya. Aku memilih untuk berdiam diri dukamarnya. Kulihat sekelilingku, cat berwarna biru menghiasi ruangan ini, banyak buku-buku kedokteran yang tersusun rapih, dan obat-obatan yang tak kalah banyak jumlahnya. Aku menangis pilu merasakan kesedihan mendalam ini.
        Disela tangisku, aku melihat sebuah buku biru yang tak begitu tebal, namun terlihat menarik. Lalu kucoba membukanya. Tak sampai lima menit aku membacanya aku sudah kembali menitihkan air mata. Tulisannya sungguh memilukan hatiku. Itu adalah buku jurnal dongsaengku.
        Saat kubuka lembar terakhir dari buku itu, kudapati sebuah tulisan merah yang bertuliskan

Untuk onnieku tersayang...

        Sedih disenja, tersenyum dipagi hari, itulah yang aku lakukan setiap hari menunggu kepulanganmu. Jujur aku sangat merindukan bau tubuhmu yang khas, senyummu yang manis, tawamu yang mengundang keceriaan, dan raut wajahmu yang cantik jelita bagaikan malaikat untukku.
        onnie, sejujurnya aku ingin memberi tahukan padamu tentang semuan penyakit yang aku derita. Ya semuanya. Andai rasa takut ini pergi dari diriku, pastilah aku sudah mengutarakan nya sejak dahulu.
        onn, aku tahu engkau adalah seorang dokter yang bijaksana, engkau adalah segalanya bagiku, engkau bagaikan sesosok malaikat subuh yang datang disaat hatiku kelam.
        Mianhae, selama ini aku memendamnya, aku takut engkau mengahawatirkan aku. Aku tahu penderita seperti diriku pasti akan berujung pada sebuah penantian yang tak terduga. Sama sekali tak terduga. Kematian. Ya, aku tahu itu.
        Aku hanya ingin melihat senyummu disaat aku pergi. Aku hanya ingin melihat engkau menjadi sosok yang tegar. Jangan tangisi jika aku pergi. Antarlah aku pergi dengan ke ikhlasan. Biarkan aku bahagia disana. Walau kutahu lautan air mata akan tercipta seketika, ketika aku pergi nanti. Tersenyumlah onnieku tercinta.. saranghae..

Love,
Siwon ^-^

        Langsung kujatuhkan buku itu. Aku menangis tersedu-sedu. Aku histeris dengan kepergiannya. ”Semua salahku !!” maki ku berkali-kali pada diriku sendiri.
        Mana mungkin aku dapat memberikan senyum pada dongsaengku untuk yang terakhir kalinya. jiwaku hancur berkeping keping. Semuanya sirna oleh air mata ini.
        ”baiklah, siwon , dingsaengku tersayang, aku akan terus memberikan senyumku padamu, walau sangat menyiksaku. Aku hanya menginginkan satu hal darimu, yaitu kebahagiaanmu. Maafkan aku telah lalai dalam menjagamu, aku sungguh onnie yang tak berguna !. engkau adalah satu-satunya malaikat pemadam amarahku, engkaulah belahan jiwaku, aku rela memberika seluruh hati, bahkan jiwaku untukmu. Tetaplah tersenyum, jagi..nado saranghae saeng, tenanglah engkau disana dengan malaikat-malaikat penjagamu.. sekali lagi, saranghae dongsaengku tersayang.. ”



Tidak ada komentar:

Posting Komentar