Sabtu, 31 Juli 2010

Cerpen - Dari Vina untuk Ayah

Dari Vina untuk ayah

Rasanya Masih kental membekas pada hatiku. Seperti layaknya sayatan yang mendalam. Rasa perih akan duka yang teramat mendalam. Hari ini, Ayah berpulang kepangkuan sang kuasa ilahi. Aku menangis tersedu-sedu, Aku sungguh tak dapat membendungnya. Semua air mataku bertumpah ruah dihadapan raga Ayahku yang kini tengah terbujur kaku tak berdaya.
Seandainya Ayah tahu, sendari tadi  Bunda tak kunjung-kunjung memperlihatkan senyuman manisnya lagi. Ucapan belasungkawa tak henti-hentinya terngiang didaun telingaku. Semua orang berusha menyemangatiku tanpa memikirkan apa yang sedang aku rasakan saat ini. Mereka tidak tahu seberapa pahit rasa yang harus aku teguk dalam linangan hati.

Tak mungkin aku tak bisa larut dalam kesedihan ini, hanya harumnya rangkaian bunga yang menghiasi tubuh ayahlah yang makin membuatku bersatu dalam tumpahan air mata yang jumlahnya mungkin tak dapat terbendung lagi.

      Vinaaa.... turut berduka cita ya..Yang sabar, tabah dan serahin aja semuanya sama Allah. Pasti semua itu ada hikmahnya. Yang sabaarr ya..” secara tiba-tiba suara itu mengejutkan Aku dari kesedihan yang membanjiri benakku. Itu lah suara sahabtku, Nur Aida, yang tiada henti mencoba membangkitkan semangatku. Tetapi Aku hanya dapat mengangguk tanpa kepastian yang tak kunjung tiba.

        Bagaimana mungkin Aku dapat tegar dan tetap menampakkan senyumanku pada setiap orang yang datang silir berganti. Hamparan karangan bunga tak henti-henti pula menghiasi hatiku yang semakin menggundah. Kepedihanku, dukaku, sakitku, dan airmatku turut pula Nur rasakan. Ia tiada henti menangis dikala Aku menangis, seolah-olah ia tahu apa yang sedang Aku rasakan saat ini.

        Mungkin ialah satu-satunya orang yang tahu percis akan sakit yang Aku rasakan, selain Bunda tentunya. Aku tak kuat bila harus melihat keadaan Bunda saat ini. Bunda hanya terdiam sembari mengurung diri dalam kamarnya seorang. Masih derdengar samar-samar ketika suaranya menderuh beru namun berbisik bagaikan derasnya air sungai yang mengalir deras ibarat linangan air mataku.

Masih tertanam subur dibenakku pelukkan erat terakhir yang ayah berikan kepadaku, rasanya sungguh nyaman tak tergantikan. Hangatnya tubuh dan suara detak jantungnya yang dulu dapat aku nikmati, kini tinggallah sepucuk harapan yang menanti ketidak pastian. Tetapi inilah hidupku, mungkin ini adalah jalan yang harus kutempuh, yaitu hidup tanpa kehadiran seorang ayah disisiku

        Tanpa kehadiran dirimu, Ayah, tiada lagi yang akan menjadi pemadam hatiku saat sedang terbakar emosi, tiada lagi yang akan menemaniku disaat hatiku pilu menahan sakitnya setiap kenyataan yang harus aku telan pahit-pahit, dan tiada lagi yang akan menjadi sahabat hatiku untuk berbagi suka maupun duka yang pasti akan selalu membuatku terjatuh dalam relung dan pelukmu.

        Mengapa engkau selalu menjadi malaikatku setiap saat, tetapi mengapa begitu cepat pula engkau meninggalkan aku sendiri diatas hamparan kehidupan yang kadang gelap dan kadang pula memancarkan cahaya yang memberikan ketenangan. Aku bingung apa yang harus Aku lakukan demi mengahapus semua rasa yang kini ada dibenakku maupun dibenak bunda. Air mata yang berlinangan diatas kepedihan karena kehilangan sosok seperti dirimu, sudah tak terhingga.

        Andaikan Ayah tahu, sejujurnya aku ingin melingkari sebuah cicin janji dibenakmu.”Ayah.. aku hanya memiliki sebuah mimpi akan dirimu disana, berjanjilah wahai ayahku tercinta, bila kau tinggalkan aku, kumohon tetaplah tersenyum meski hati sedih dan menangis, kuingin kau tetap tersenyum dengan tenang untuk menghadapinya.”

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

        Pagi ini, jasad Ayah akan disemayamkan tepat didepan tubuhku.  Hanya hamparan tahan merah yang akan menjadi penopang tubuh Ayah, hanya binatang-binatang kecil yang akan menjadi sahabat ayah disana.

        ”Bundaaa.. Vina sayang banget sama Ayah, Vina cinta Ayah.. Vina ga mau Ayah sendiri disana.. kasian Ayah, Bunda..” ucapku tersedu-sedu pada Bunda, aku menangis histeris melihat Ayahku yang kini perlahan-lahan mulai dimasukkan kedalam liang lahat. ”viii..iina.. sudah nak, sudah.. bukan hanya kamu yang menahan sakitnya kehidupan ini, tetapi semua orang disini juga turut merasakan apa yang kamu rasakan, kasihan Ayahmu kalau ia tahu kamu tidak mengikhlaskan kepergiannya untuk selamanya”. Tambah bunda sembari memaksakan senyuman untukku, tetapi aku tahu bunda berbohong padaku. Aku tahu hati bunda pasti hancur melihat ayah saat ini.

        Kegundahanpun mengantarkan ayah untuk berpulang menuju tempat yang abadi.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

        Sesampainya dirumah, lagi, lagi, dan lagi.. foto ayah yang terpanpang jelas diatas dinding rumahku, membuat aku tak tahan untuk mengikhlaskannya pergi. Lautan air mata pun kembali mengenangi rumahku.

Saat aku duduk diruang tamu, Aku teringat saat Ayah berusaha membuatku tertawa dengan lawakan jenakanya. Saat Aku belajar, Aku teringat akan harumnya tubuh Ayah yang selalu menemaniku disaat Aku belajar. Saat aku membuat secangkir teh untuk Bunda, Aku teringat akan senyuman yang Ayah berikan saat aku membuatkannya secangkir teh panas. Dan saat aku Shalat, aku teringat akan Ayah yang dulu selalu menjadi imam bagi Aku dan Bunda.

Setiap waktu, Aku selalu teringat akan senyum, tawa, dan semua sifat yang Ayah miliki. Harumnya tubuh dan manisnya senyum yang ayah berikan selama ini masih Aku simpan dalam benakku yang terdalam, Aku tak akan mungkin dapat melupakan Ayah selamanya. Walaupun Aku dan Ayah terkekang oleh alam, tetapi jiwaku akan selalu bersamamu, Ayah.

Andaikan Ayah tahu, setiap  malam Aku menangis memandangi foto Ayah, kubisikkan kata-kata yang pernah terucap dari mulut mu, kubelai lembut wajahmu yang terbingkai kaca, kupeluk dan selalu ku jaga. Doa dan harapanku selalu Aku tujukan padamu, tak ada lagi penyemangat dalam hidupku selain Bunda seorang. Nafkah batin yang engkau berikan pada Bunda dan Aku sangatlah berarti kini.

Walau ku tahu, Aku tak boleh menangisi kepergianmu setiap saat, tetapi Aku tetaplah seorang gadis kecil yang pasti menitihkan air mata dikala kehilangan seseorang yang sangat berati besar dalam hidupku, tanpa Ayah Aku tak akan ada didunia ini, merasakan indahnya kehidupan, mendengarkan nasihat berlian yang terucap dari mulutmu, dan merasakan hangatnya pelukan penuh kasih sayang dari mu.

Catatan hatiku selalu aku tulisakan dalam buku harian  pemberian dari ayah, sewaktu aku berulang tahun yang ke-7. warnanya sudah pudar, bentuknya pun sudah tak semenarik dulu, tetapi kenangan yang tercantum didalamanya sungguh masih utuh seperti perasaanku pada Ayah. Ini ungkapanku saat Ayah telah tiada.

 

”Dear, diary...                                    sabtu, 25 juli 2010

Hari ini... aku kehilangan sebuh sosok yang telah menjadi panutan bagiku sejak kecil.  Ayahku telah pergi untuk selamanya. Aku tahu ini menyakitkan bagi semua orang yang menyayangi ayah. Sebenarnya masih banyak yang ingin aku lakukan dengan ayah, akupun belum sempat memberikan piala kejuaraan photographku pada ayah, Tetapi Tuhan telah berkata lain, mungkin ayah terlalu baik untuk melihatnya. Dan mungkin Tuhan sangat menyayangi ayah, maka dari itu Tuhan memanggilnya terlebih dahulu dari pada kami.

Yah, andaikan engkau mendengar dan melihatku. Aku ingin engkau yang menerima piala atas keberhasilan yang telah engkau ajarkan padku selama ini. inilah piala kejuaraan dari lomba photograp yang aku ikuti bersama ayah 2 minggu sebelum kematian ayah. Seharusnya aku senang menerimanya, tetapi aku sedih karena tiada lagi yang akan membimbingku seperti sebelumnya.

Ayah, aku ikhlas engkau pergi... aku bahagia jika kau juga turut bahagia. Aku yakin engkau pasti tersenyum melihat keberhasilanku. Aku yakin engkau tak akankesepian disurga sana, aku yakin engkau pasti mendapatkan kebahagian yang sesungguhnya...

Selamat jalan ayah, maafkan anakmu yang telah berlumur dosa ini... aku mencintai mu...

 

Love,

Vina yunita sari.

^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

        Hanya ada satu kata untuk ayahku tersayang...

”aku akan selalu menjaga dan mencintaimu sepanjang masa, walau kita kini sudah tak bersama lagi, ayah...”

Aku berjanji padamu ayah, aku akan menghentikan semua tangisku untukmu, kerena aku tahu di dunia ini kita tidak punya apa-apa ,semua itu hanya pinjaman .bila semua itu hilang kita bukan menangis tetapi kita harus tersenyum karena Tuhan sudah begitu baik kpda kita. SELALU harus menghargai apa yg di beri dan di takdirkan .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar