Jumat, 26 November 2010

Cerpen - Pahlawan tanpa lencana

Pahlawan tanpa lencana

(Note : cerpen ini buat meramaikan semarak hari PGRI ke-65 & rencananya akan dimuat di VOS SMP Negeri 4 Bandar Lampung) . ok, guys keep on posting ! 

        “kriiiiiiing… kriiiiiiing” jam beker yang tepat berada disampingku terus berdering kencang. Seolah-olah memaksaku untuk beranjak dari bunga tidur yang nyaman ini. Dengan rasa gundah akan kemalasan, perlahan kubuka mataku, ” ha ? berapa rius dah ini jam 7 ? Omg !”.
        Aku bergegas turun dari tempat tidurku, segera kupakai seragam sekolah putih biruku yang terlihat kumal karena tidak sempat ku gosok, aku pun tak menghiraukan apakah aku sudah mandi atau belum. Buku-buku pelajaranku masih berserakan dimeja belajar, kumasukkan dua buah buku tulis tipis tanpa memperhatikan judul yang tertera disampul depannya.
        Aku segera berlari menuju sekolah yang jaraknya tidak terlaru jauh dari rumahku, ”terlambat lagi, nak ?” sindir ibu Elly ketika aku mengetuk pintu kelasku, kebetulan hari ini ada pelajaran Ibu Elly, guru bidang studi matematika, yang dimana aku sangat membencinya. Aku menatapnya dengan penuh rasa menantang, tanpa ku perdulikan, aku langsung melajukan langkah kakiku memasuki ruang kelas, menuju tempat dudukku. Bu Elly hanya menggeleng pelan seraya mengelus lembut dadanya.
        Sebenarnya, terlambat sekolah adalah kebiasaan rutinku setiap hati, tapi anehnya, setaiap kali bu Elly menjadi guru piket atau sedang mengisi jam pelajaran dikelasku, ia tak pernah marah sedikit pun, yang ia lakukan hanya menegurku dengan lembut menanggapi sikapku. Senyuman manis dan menawan pun tak pernah luput dari wajah manisnya yang terbalut anggun oleh kerudung cantik dikepalanya.
        Jujur saja, sebenarnya bu Elly adalah guru yang dapat dikatakan kemampuan ekonomi keluarganya mendekati kata kurang mampu, namun tanpa rasa lelah setiap pagi dengan hanya bermodalkan semangat pahlawan yang membara ia harus mengayuh sepeda ontel tuanya, sedangkan jarak antara rumah beliau ke sekolah berkisar sekitar 9 KM.
        Entah mengapa aku justru merasa jengah dengan sikapnya yang sok baik itu, tambah lagi bidang pelajaran yang ia pegang, benar-benar aku benci. ”eh, Tha, kekantin yok ? gw boring abis sama nih guru !” ajakku pada Thata, teman sebangkuku. ”he ? gw takut La. Izinnya gimana pula ? gw sih mau-mau aja, asal teraktir y ? hahaha”. ”alah, gampang bu Elly kan ga bisa marah, ada juga kalo dia marah, idungnya langsung megar-megar sama muka langsung merah gitu hahahaha.. bilang aja kita mau ke kamar kecil, bereskan ?”. ”yaudah deh, gw ikut lo aja, La”, jawab Thata setuju.
        Kami berdua pun langsung meminta izin pada bu Elly dan tentu saja kami diperbolehkan olehnya, ”dasar guru aneh ! wkwk” gumamku dalam hati. Selama pelajaran bu Elly berlangsung, aku dan Thata pergi ke kantin, tetapi uniknya, bu Emmy tidak mencari bahkan memarahi kami berdua, benar-benar guru yang aneh !.
***
        Kejadian serupa sering kali terjadi saat pelajaran bu Elly berlangsung. Bu elly hanya diam, diam, dan diam, sesekali ia pun hanya tersenyum menanggapi kami, tak sedikit pun amarah memuncak darinya, tak sedikit pun cemoohan pedas keluar dari bibir lembutnya, dan tak sedikit pun dendam tersimpan dalam benak kasihnya yang suci. Hanya teguran halus yang ia berikan.
        Pagi ini, aku sengaja berangkat sekolah lebih awal dari biasanya, karena ada PR yang belum aku kerjakan, maka dari itu, jika aku ingin mencontek pekerjaan temanku, aku harus datang lebih awal.
        Perjalanan kesekolah pun ku awali dengan rasa senang, saku baju ku terlihat sangat penuh dan berisi, maklum aku baru saja mengambil uang tabungan belanja ibu didompetnya, lumayan, untuk meneraktir teman, lagian ibu masih bisa meminta kembali pada ayah.
        ”senengnya gw hari ini, udah kantong tebel, ga perlu mikir buat ngerjain PR, dan ga ada pelajaran bu Elly ! hyahahaaha..” sorakku dalam hati sepanjang perjalan menuju sekolah.
        ”striiiiiiit.....tiiiiiin.....tiiiiiiiiiin...” tiba-tiba sebuah motor melaju dengan kencangnya ke arahku, aku terkejut hingga tak tahu lagi harus berbuat apa ?! Hingga motor itu menyerempet tubuhku, hingga aku terjatuh tak berdaya. Jantungku berdebar kencang, tubuhku serasa lemas sekali, pengelihatan ku pun samar-samar, sampai aku tak tahu bagaimana diriku. Tak ada seorang pun yang menolongku, jalanan pun masih sangat sepi karena ini masih terlalu pagi.
        Aku pun hanya dapat pasrah, mencoba berdoa agar seseorang menolongku yang tengah bersimbah darah, rasanya aku tak sanggup lagi untuk tetap tersadar, tetapi tiba-tiba sepasang tangan yang lembut, mengangkat tubuhku, aku tak tahu siapa itu, pandanganku benar-benar buram, itulah hal terakhir yang aku ingat sebelum akhirnya aku tak sadarkan diri.
***
        Selang waktu tak beberapa lama, aku tersadar ketika aku tengah terbaring di sebuah balai kesehatan. Sebuah wanita yang wajahnya sungguh tak asing lagi bagiku, perlahan mengampiri tubuhku yang masih terbaring lemas tak berdaya, ia mengusap keningku, lalu bertanya pelan, ”masih sakit, nak ?”, aku menggeleng pelan, Bu Elly ? ya, Tuhan... Sungguh jauh dari perkiraanku, ternyata seorang guru yang tak pernah ku beri rasa hormat sedikit pun, telah menyelamatkan nyawaku dari kejadian maut tersebut.
        Ia sama sekali tak memandang kesalahanku yang begitu besar padanya, ia tak menaruh dengki sedikit pun pada anak didiknya ini. ”lain kali hati-hati kalau jalan, La. Untung tadi ibu lewat situ, kalo enggak ibu gatau apa yang bakal terjadi”. Lanjut bu Elly. ”maafin Lala bu... selama ini saya banyak salah sama ibu.. maka’..”,belum sempat aku berterimakasih, bu Elly memotong perkataanku. ”stttttt...jangan banyak bicara dulu, ibu ga dendem sama sekali sama sikap kamu yang kurang baik itu, La. Semuanya udah ibu maafin, memang sudah kewajiban seorang guru untuk menolong dan menasihati anak didiknya, karena itulah lencana bagi seorang guru.
        Ya,Tuhan, bahkan bu Elly tidak berkata bahwa aku adalah anak yang ”nakal”, ia hanya berkata aku anak yang kurang baik. Entah apa isi hatiku sampai muncul rasa benci yang membara di benak ini kepadanya.
***
12 tahun kemudian...

        Dipagi yang buta ini, kulajukan mobil menuju tempat kerjaku. Kini, aku bukanlah seorang anak SMP lagi, aku telah berhasil menjadi seorang pengusaha kain batik yang sukses, butik dan pertokoanku telah tersebar sampai ke luar negri.
        Dari balik kaca mobil sedan mewahku, kulihat seorang wanita separuh baya tengah mengayuh sepeda tuanya, tubuhnya terlihat rapuh dengan paduan baju lusuhnya.  Kuhentikan laju mobilku, lalu aku turun menghampirinya. Ia terlihat sedikit kaget dan tak mengenaliku. Aku serentak mencium tangannya yang telah keriput itu. Air mata membanjiri pelipis mataku, wanita itu bu Elly.
        Ia memandagku sayu, ”bu.. ini aku.. Lala, anak didikmu yang sering membuat hatimu gundah, berkat ibu, saya telah menjadi orang yang berhasil seperti ini bu.. mungkin saya tak mungkin seperti ini, jika dulu tidak ada ibu. Terima kasih bu”. Bisikku sambil memeluknya. Bu Elly hanya diam, air matanya ikut berlinang. Kami berbincang sebentar lalu aku pergi menginggalkannya kekantorku.
        Sungguh tak kusangka, sampai aku menjadi orang yang berhasil, ia tak segan-segan untuk mengayuhkan sepeda tuanya yang rapuh dimakan usia, sementara ia melihat anak didiknya yang kini mengendarai mobil mewah mendahului dirinya. Mungkin aku hanyalah seongok daging yang tak berguna, bila tanpa kehadirannya. Ya Tuhan, lindungi, berkhi, dan jagala pahlawanku inim pahlawan yang telah memberikan aku ilmu yang berguna, pahlawan yang tak mengharapkan imbalan akan jasanya yang besar.
        Selamat hari guru, guruku tercinta.. selamat atas jasamu yang terus dikenang banyak orang, terima kasih ku tak akan mungkin dapat mengimbangi pengorbananmu.. pengorbanan muliamu.. pengorbanan sebagai pahlawan tanpa lencana.. selamat hari guru, pahlawanku, teruslah menjadi pahlawan pemerang kebodohan.
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar