Oleh jiwa yang bungkam dalam meriam senja. Dari hati yang terpenjara dalam panggung sandiwara..
Kadang.. aku merasa sangat senang bisa berada disini. Bertemu kamu, dia, dan mereka. Merasa menjadi remaja paling beruntung, bisa mendapat pengetahuan yang belum didapat oleh mereka. Dapat mengembangkan pola pikir, mental, dan karakter.
Kadang.. aku merasa sangat senang bisa berada disini. Bertemu kamu, dia, dan mereka. Merasa menjadi remaja paling beruntung, bisa mendapat pengetahuan yang belum didapat oleh mereka. Dapat mengembangkan pola pikir, mental, dan karakter.
Kadang pula, aku
merasa sangat egois. Selalu ingin jadi yang terbaik, selalu ngin jadi yang
terdisiplin, selalu ingin jadi pemimpin. Selalu merasa aku bisa melakukan
semua, merasa energiku sangat berlimpah, tanpa putus semangat. Entahlah,
bagaimana sikapku ini dimata mereka.
Namun, rasa ini
kini kembali datang. Ah.. padang hati ini seolah sering diterjang badai. Sekali
lagi, ini bukan kali pertama. Rasa malu, kecewa, dan menyesal.. kenapa kalian
sangat suka hinggap? Kenapa kalian selalu datang dan memenjarakan jiwaku?
Ah.. keegoisanku.
Mengapa kau sampai mendorongku untuk berani melakukan hal yang terlalu besar
dan melupakan hal kecil yang justru penting? Kenapa di dada ini selalu terselip
bahwa yang aku lakukan adalah selalu yang terbaik dan memang baik untukku, untuk
kau, mereka, untuk ‘ini’. Tapi.. jika itu benar, mengapa pendapatku selalu berbanding terbalik
dengan pandangan orang-orang dewasa itu?
Mengapa begitu
pelik.. itu bukan salahku, tapi kenapa kau limpahkan amarahmu padaku? Bukan aku
tak tahan atau menyesal, tapi tahukah kamu apa yang sebenarnya? Tidak, kau tak tahu dan tak mau tahu. Pernah kau
berpikir apa yang kami rasakan?
Sepi. Ah.. kau
selalu menjadi temanku yang paling setia. Dimanapun,mengapa kau selalu hadir?
Lepasakanlah dan tolong menjauh dari jiwa ini. Penjara itu sudah benar-benar
mengekangku, jangan kau tambah lagi. Cukup.
Ambisi. Kau, ah..
kenapa pula kau memelukku begitu erat. Longgarkanlah jemarimu. Ku lakukan yang
bisa kuusahakan demimu, lalu kenapa kau selalu menuntutku untuk lebih? Mengapa kau
terlalu betah duduk bersandar di bahu jiwaku? Mengapa kau selalu menuntutku
untuk menjadi yang nomor satu? Tidak kah kau
puas? Apa lagi yang kau inginkan?
Tanggung jawab. Ah..tolong aku. Kenapa kau selalu datang dan pergi bersama asa?
Saat asa bosan, mengapa kau juga ikut bosan bersamaku? Aku mohon, tolong
kembali bersama asa dan jangan lagi kalian pergi. Usirlah semua yang mengganggu
jiwa. Tahu kah kau? Saat kau menghilang, ambisi datang menguasaiku dan sepi
mengurungku sendirian! Aku takut. Aku tahu aku memilikimu, dan kau yang
membuatku sampai di titik ini. Janganlah bosan menemaniku, aku mohon. Karena kau
salah satu alasan aku berada di sini.
Pergilah gundah,
pergilah sepi, pergilah malu, pergilah sedih. Bebaskan aku. Biarkan aku
bernyanyi bersama suka dalam sukma.
Sudahlah, Hentikan
panggung sandiwara ini! lepaskan topeng itu, buang, buang saja! Kau yang
menjadikan anak kecil berparas dewasa dan orang dewasa berparas anak kecil. Sudahlah,
aku sudah bosan menontonmu, aku sesak di dalam auditorium jiwa ini. aku ingin
bebas, aku rindu udara. Kembalikan duniaku, dunia kami. Pertunjukkanmu sudah
usai, tolong tutuplah tirai merah marunmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar